LIMA DISIPLIN, EMPAT PROGRAM, SATU TUJUAN
Sekolah adalah organisasi belajar. Nyawa utamanya ada pada kegiatan belajar. Kata belajar sendiri mesti dipahami secara utuh dan mendasar. Bukan sekadar menghafal pelajaran ataupun menyelesaikan ujian. Melainkan ketika seseorang menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi. Hakikat belajar adalah berani membongkar keterbatasan menjadi tantangan. Belajar juga berarti melompat dari kegelapan menuju terang. Ibarat perjalanan dari ketidaktahuan menuju pengetahuan. Dalam prosesnya, belajar adalah menemu-kembangkan potensi diri menjadi kompetensi yang berdampak dengan aksi.
Sekolah menjadi berdaya-guna ketika warga sekolahnya terus belajar. Dibandingkan murid, karyawan, orang tua, atau elemen sekolah lain, guru sebagai pemimpin pembelajaran punya peran keteladanan dalam hal belajar. Guru mesti memiliki spirit pembelajar sepanjang hayat. Tingginya pangkat ataupun lama tahun mengajar tak menjamin bahwa guru terus belajar. Banyak guru berpangkat tapi tak punya tekad belajar sepanjang hayat. Banyak guru sudah lama mengajar tapi semangat belajarnya pudar. Cara mengajarnya selalu berulang dari tahun ke tahun. Perangkat pembelajaran hanya berbeda angka tahun dari sebelumnya. Jadilah guru melaksanakan pembelajaran sebagai rutinitas menunggu gaji bulanan. Murid menjadi korban karena kelas selalu membosankan.
Tanpa guru pembelajar, sekolah tak akan berproses menjadi organiasasi belajar. Proses belajar di kelas hanya akan menjadi rutinitas tanpa kreativitas. Kondisi seperti di atas menghambat pertumbuhan sekolah. Di titik itulah peran saya sebagai kepala sekolah diuji. Memang ada pilihan untuk mengundurkan diri. Akan tetapi, pilihan mudah itu tak menyelesaikan masalah. Saya pun memutuskan untuk bergerak mencari solusi.
Setelah melakukan percakapan dan pengamatan, saya menemukan bahwa sebagian besar guru tergolong malas belajar. Mereka merasa nyaman dengan kondisi sekarang. Tak ada keresahan di benak mereka meski sebenarnya sungguh memprihatinkan. Namun, sebongkah harapan muncul ketika saya mendapati sebagian kecil guru suka belajar teknologi. Mereka gemar mempelajari metode pembelajaran terkini, baik dari media online maupun komunitas mata pelajaran. Saya meyakini sebagian kecil guru pembelajar tersebut bisa menggerakkan guru lain agar menjadi pembelajar.
Impian dan harapan selalu berhadapan dengan tantangan. Tantangan utamanya adalah membongkar mindset para guru. Baik guru yang mau belajar maupun guru yang malas belajar, semua perlu membongkar mindset. Guru yang mau belajar perlu dikembangkan agar bersedia berbagi. Mereka perlu digerakkan dengan mindset bahwa belajar itu bukan proses personal, melainkan komunal. Belajar bersama lebih baik daripada belajar sendiri karena hakikat belajar mesti menggerakkan sesama untuk belajar. Guru yang malas belajar perlu dikembangkan dengan growth midset. Kecerdasan, kapasitas, dan kompetensi bukanlah benda mati yang statis. Semua itu dinamis dan bisa dikembangkan dengan proses belajar tanpa henti.
Membongkar mindset butuh proses panjang. Untuk menggerakkan agar semua guru sebagai pembelajar, saya menerapkan disiplin belajar Fifth Discipline (Lima Disiplin) yang dikembangkan Peter Senge. Lima disiplin belajar tersebut adalah Share Vision, Personal Mastery, Mental Model, Team Learning, dan System Thinking.
1. System thinking merupakan kerangka berpikir yang digunakan untuk melihat, menganalisa, dan memahami suatu permasalahan. Dalam konteks sekolah, yang menjadi satu kesatuan bukan hanya individu gurunya tapi juga cara berpikirnya. Sehingga setiap permasalahan diselesaikan dengan melihat dalam konteks sekolah secara keseluruhan.
2. Shared Vision berkaitan dengan visi pribadi setiap guru di sekolah. Untuk mensinergikan beragam visi dibutuhkan disiplin shared vision, yaitu kesediaan berbagi visi pribadi dan menyelaraskannya dengan visi sekolah. Kepala sekolah perlu menggaungkan visi bersama sehingga setiap guru bisa memberikan dukungan.
3. Personal Mastery mendorong guru mengoptimalkan potensi terbaiknya. Hal ini tidak bisa dipaksakan. Hasrat untuk senantiasa belajar harus muncul dari dalam diri. Sekolah bisa memberikan fasilitasi agar setiap guru terpantik untuk terus belajar hingga menjadi master di bidang yang menjadi keunikannya.
4. Mental Models merupakan asumsi, gambaran, dan pengalaman yang terbawa dalam benak guru. Ketika menghadapi persoalan yang sama, setiap guru menawarkan solusi yang berbeda. Nah, mental models menuntun guru memahami tujuan bersama sehingga tetap berkarya menuju tujuan bersama walaupun strateginya berbeda.
5. Team Learning menyatukan beragam pengetahuan, keterampilan, pengalaman individu guru menjadi milik bersama sekolah. Team learning membuka sekaligus memberikan mindset baru bagi guru bahwa sekolah adalah komunitas tumbuh bersama.
Saya menerapkan Lima Disiplin tersebut dalam empat program:
- Temu tema.
Temu tema diadakan setiap pertengahan Juni untuk membahas tema tahunan sekolah. Guru, kepala sekolah, dan pengurus yayasan dilibatkan untuk curah gagasan. Dalam Temu Tema ada sesi penguatan motivasi. Temu Tema ini adalah momentum untuk menyelaraskan system thinking dan mental models. Tema tahun ajaran 2021/2022 adalah BREATH = BRAVE N TOUGH.
- Pagi berbagi
Pagi berbagi memberi ruang bagi guru untuk membagikan rencana aktivitas harian. Mulai dari rencana pembelajaran sampai rencana personal. Ini adalah momentum menguatkan shared vision dimana setiap guru membagikan visi pribadi dan menyelaraskannya dengan visi sekolah.
- Siang bercerita
Siang bercerita merupakan momentum untuk merefleksikan kreativitas pembelajaran. Semua guru membagikan ceritanya. Tidak harus keberhasilan atau canda tawa, cerita sedih atau kegagalanpun boleh dibagikan. Begitu pula dengan keresahan dan kekhawatiran, semua boleh diceritakan. Di dalamnya ada masukan dari kawan guru yang lain. Lewat siang bercerita, guru saling menguatkan disiplin belajar personal mastery.
- Jumat Tumbuh Bersama
Setiap jumat siang, semua guru berkumpul membagikan pengalaman mingguan. Berbeda dengan Siang Bercerita yang hanya melibatkan guru SMP, Jumat Tumbuh Bersama ini melibatkan guru TK dan SD. Guru yang terlibat lebih banyak. Semua cerita yang terjadi di kelas ditumpahkan bersama. Inovasi pembelajaran yang dibagikan makin beragam. Kadang juga diselingi dengan menceritakan buku atau film yang menginspirasi. Guru lain menanggapi dan memberi masukan. Di sinilah guru dan sekolah bertumbuh sebagai team learning dengan menjangkau lebih banyak guru.
Penerapan Lima Disiplin melalui Temu Tema, Pagi Berbagi, Siang Bercerita, dan Jumat Tumbuh Bersama mengubahkan guru-guru menjadi pembelajar. Semua berani berbagi pengetahuan. Semua berani mencoba kreativitas baru. Semua terbuka menyampaikan gagasan. Semua tulus memberikan masukan.
Kisah-kisah inspiratif guru tersebut saya kompilasi menjadi buku yang diterbitkan bersama Gerakan Menulis Buku Indonesia. Buku pertama lahir pada 2019 dengan judul “Jatuh, Bangkit, dan Terbang” . Buku kedua lahir pada 2020 dengan judul “Satu Titik”. Murid pun tak mau ketinggalan. Karya murid dikumpulkan dalam antologi puisi “ Di Balik Gunung Mulia” dan “Sajak Pemangkas Jarak”.
Tahun ini adalah tahun ketiga saya menerapkan Lima Disiplin. Empat program sebagai perwujudan lima disiplin mengerucut pada satu tujuan, yaitu menggerakkan guru menjadi guru pembelajar. Guru pembelajar terus belajar demi mewujudkan kelas merdeka di mana murid merdeka belajar dan guru merdeka mengajar.
Sungguh di luar dugaan melihat sekolah saya, SMPK Pamerdi, kini bertransformasi menjadi sekolah pembelajar. Belajar menjadi kebiasaan murid dan guru. Sekali lagi, belajar yang terjadi adalah belajar dalam arti luas, yaitu keluar dari ketidaktahuan menuju pengetahuan. Mengubah tantangan menjadi kesempatan menemukan cara baru memecahkan persoalan. Salam Merdeka!