Kontribusi Pembelajaran Etnomatematika Bagi Budaya Indonesia

          Saat itu kami sedang membahas materi transformasi geometri di kelas yang terdiri dari beberapa sub topik (translasi, refleksi, rotasi, dan dilatasi). Berdasarkan hasil survei kompetensi awal yang sudah dan belum dikuasai murid, bahwa masih banyak diantara mereka yang perlu dimatangkan kembali terkait dengan konsep transformasi geometri di kelas seperti mengoperasikan titik transformasi hingga meletakkan titik koordinat. Jadilah, selama beberapa pertemuan saya rancang untuk memperkenalkan geometri transformasi kepada murid-murid dengan dibantu media pembelajaran berupa buku milimeter block, pensil, spidol, dan penggaris. Namun, pertanyaan yang kembali muncul di benak saya sebagai pendidik adalah bagaimana memunculkan pemahaman bermakna dan pembelajaran menarik bagi murid. Pertanyaan itu membuat saya terpacu untuk mencari referensi etnomatematika yang pernah di bahas melalui forum musyawarah guru mata pelajaran matematika di Kota Depok.

          Dikutip dari kompasiana.com, Menurut Gerdes (1994) etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok buruh/petani, anak-anak dari masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas profesional, dan lain sebagainya. Sedangkan, menurut Hiebert dan Capenter (1992) mengingatkan kepada semua pihak bahwa pengajaran matematika di sekolah dan matematika yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda. Oleh sebab itu, pembelajaran matematika sangat perlu memberikan muatan/menjembatani antara matematika dalam dunia kehidupan sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah. Berdasarkan sudut pandang dua opini di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika erat sekali hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dan bisa dikaitkan dengan budaya yang bisa di integrasikan dengan topik bilangan, mengukur, menentukan lokasi/titik, merancang bangun/pola, bermain, dan menjelaskan. Semua unsur yang disebutkan merupakan indikator pembelajaran yang terdapat dalam bab geometri transformasi (translasi, refleksi, rotasi, dan dilatasi).

          Indonesia adalah negara yang terkenal dengan kekayaan budayanya, salah satu diantaranya adalah batik yang sudah tercatat oleh UNESCO sebagai warisan budaya internasional dan menjadi ciri khas kearifan budaya indonesia. Menariknya, setiap provinsi di Indonesia pasti mempunyai ciri khas pola batik. Karena pola batik dan geometri memiliki kaitan satu sama lain, saya merasa tertantang bagaimana cara melibatkan keduanya dalam mata pelajaran matematika. Akhirnya, saya memutuskan untuk merancang pembelajaran dimana murid bisa menganalisis dan menentukan jenis transformasi yang ada dalam pola batik melalui gambar dan membuat ilustrasi tiap detailnya, tidak hanya sebatas itu, murid juga harus mencari nama dan asal batik yang mereka bawa melalui Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang sudah saya buat agar mereka lebih mengenal ciri daerah penghasil batiknya.

          Setelah rancangan pembelajaran sudah dibuat, saya meminta murid untuk membawa salah satu contoh batik ke sekolah, bisa berupa kain, baju, taplak meja, atau benda yang bermotif batik. “Anak-anak besok tolong bawa batik dari rumah ya”. Ucap saya. “ha? Batik? Untuk apa bu?”. Sontak mereka mengajukan pertanyaan ke saya. Ada juga yang mengajukan berbagai pertanyaan seperti … “buk.. boleh tidak saya membawa daster batik mama saya? :D” , “Buk.. boleh tidak saya menggunakan motif batik yang ada di bindex kelas?”, dan pertanyaan lain sebagainya. Saya berusaha menjelaskan pada murid-murid bahwa di tujuan pembelajaran terakhir matematika pada bab geometri transformasi yaitu peserta didik dapat memecahkan masalah yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan geometri transformasi, oleh karena itu saya ingin mereka dapat inspirasi dari pola batik untuk membedakan jenis translasi (pergeseran titik), refleksi (pencerminan), rotasi (perputaran), dan dilatasi (diperbesar/diperkecil). Lebih lanjut, ternyata konsep transformasi geometri tidak hanya terdapat pada bidang datar beraturan seperti segitiga, persegi, persegi panjang, jajar genjang, dan lain sebagainya. Namun, bisa terdapat dalam konteks yang lebih luas, salah satunya yaitu dalam batik yang menjadi ciri khas indonesia.

          Tepat pada hari selasa, tanggal pertama di bulan November. Jadwal pelajaran matematika ada di kelas IX F, dimana di dalam kelas itu di isi oleh berbagai macam karakteristik murid yang unik-unik. Mengapa demikian?, kelas IX F adalah kelas yang mendapat anggapan menjadi kelas teraktif di angkatan kelas IX tahun pelajaran 2022/2023. Mereka kelas yang beruntung, karena bisa merasakan atmosfer pembelajaran berbeda paling pertama diluar kelas. Masing-masing dari mereka sangat antusias mengikuti sesi pembelajaran matematika hari itu. Benar saja, mereka sudah membawa batik. Baiklah, tanpa memerlukan banyak waktu lama, saya langsung mengajak mereka ke lantai sekolah paling bawah. Kami memutuskan belajar di luar kelas dengan menggunakan fasilitas taman sekolah yang hijau dan sejuk. Mereka langsung menempatkan posisi duduk senyaman pilihannya. Setelah itu, kami berdoa bersama dan saya melakukan presensi dengan bertanya batik siapa dan apa yang mereka bawa. Setelah itu, saya menjelaskan sedikit terkait langkah-langkah mengisi Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang sudah saya sediakan. Fungsi LKPD tersebut adalah untuk memudahkan murid dalam menganalisis dengan membuat gambar dan ilustrasi pola batik, serta menentukan jenis transformasinya.

          Pembelajaran mulai berjalan dengan tertib. Murid fokus dengan pekerjaannya masing-masing. Ada yang merasa masih bingung dan tidak paham tentang pola batik mana yang akan mereka gunakan untuk dianalisis. Saya hampiri murid tersebut, dan memberikan salah satu contoh pola batik bunga matahari dengan pertanyaan pemantik. “Coba kamu lihat pola batik bunga ini. Bagaimana bentuk kelopaknya? Apakah ada pola yang berulang?” sigap saya mengajukannya. Murid tersebut langsung berpikir dan menjawab, “Ohiya bu, bentuk kelopaknya sama terus, dan polanya berputar. Kalo berputar seperti ini, berarti termasuk jenis rotasi (perputaran) ya bu”. Seketika itu, saya langsung meresponnya dengan jawaban “YA, betul sekali. Sekarang coba kamu eksplorasi pola batik yang lainnya lagi ya”. Setelah itu, saya berkeliling lagi mencoba memahami hasil analisis murid. Alhamdulillah, banyak di antara mereka yang sudah paham, bahkan ada yang menuliskan lebih dari satu jenis transformasi geometri untuk satu pola batik. Ada salah satu murid, yang ketika belajar di kelas suka tidak fokus dan jarang mengerjakan tugas, hari itu berubah menjadi sangat fokus, dan hasil membuat ilustrasi gambar pola batiknyanya pun diluar ekspektasi. Saya sangat mengapresiasi kinerja dan perubahan murid tersebut. Luar biasa.

          Singkat cerita, di akhir sesi pembelajaran saya mengajak murid berefleksi. “Apa yang bisa kalian dapat dari pembelajaran hari ini?” tanya saya kepada murid. Sontak banyak dari mereka yang mengacungkan tangan dan berkata “ternyata matematika tidak hanya sekedar berhitung saja ya buk”, “matematika bisa dikaitkan juga dengan seni budaya ya buk..”, ada juga yang berkeluh kesah seperti “agak pusing dalam menentukan pola batiknya bu, karena saya tidak jago menggambar” dan masih banyak yang lain. Saya menambahkan bahwa pembelajaran matematika hari itu juga bisa mengantarkan mereka menjadi designer batik masa depan. Ramai dari mereka yang merespon “Wah.. keren juga buk. Nanti kita bisa jadi the next ivan gunawan yang go internasional tanpa melupakan Indonesia”. Aamiin.. Ya, semoga kalian mendapat makna dan inspirasi untuk terus melestarikan batik dari pembelajaran hari ini.

          Akhir pembelajaran saya tutup dengan sebuah pantun yang berbunyi :

Hari selasa membeli nasi

          Pas beli ketemunya sama saskia gotik (“cakeeuuup” teriak murid bersama)

          Ayo kita belajar geometri transformasi

          Agar bisa menciptakan pola batik

Sekian pembelajaran hari ini anak-anak. Silahkan hasil karya kalian bisa dipajang di kelas masing-masing. Dan setelah pembelajaran selesai pun, kami memutuskan untuk foto bersama. Semoga kisah praktik baik saya ini bisa menginspirasi guru matematika di nusantara.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top