Kompetensi Yang Bagaimana Yang Diperlukan Untuk Menjadi Seorang Guru Merdeka Belajar? : Tinjauan Dari Sisi Projek “Konflik Bikin Kita Makin Dewasa”

Sangat jelas dan tegas dari berbagai hasil studi di berbagai masa dan tempat bahwa peran sentral dalam dunia pendidikan adalah guru yang profesional. Tanpa pengembangan profesionalisme, proses pembelajaran dan mutu pendidikan hanya akan jalan di tempat. Tidak ada inovasi, dan tidak ada pula kreatifitas serta tidak ada pembelajaran yang efektif, (Bambang Dalyono dkk, 2016.). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 pasal 8, tertera bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang akan didapatkan jika mengikuti pendidikan profesi. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.

Merdeka belajar merupakan program kebijakan yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk mengembalikan sistem pendidikan nasional kepada esensi undang-undang dengan memberi kebebasan kepada sekolah, guru dan murid untuk bebas berinovasi, bebas untuk belajar dengan mandiri dan kreatif, dimana kebebasan berinovasi ini harus dimulai dan diakhiri dari/oleh guru sebagai penggerak pendidikan nasional. Jika dihubungkan dengan salah satu aliran filsafat pendidikan, progesivisme, maka terdapat kemiripan dalam pengertian dan pelaksanaan antara Merdeka Belajar dengan Progesivisme. Progresivisme menginginkan adanya perubahan mendasar terhadap pelaksanaan pendidikan ke arah yang lebih baik, berkualitas dan memberikan kemanfaatan yang nyata bagi peserta didik. Aliran progresivisme menekankan pentingnya dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik. Peserta didik diberikan keleluasaan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat aturan-aturan formal yang terkadang justru membelenggu kreativitas dan daya pikirnya untuk menjadi lebih baik. Di sisi lain, konsep “merdeka belajar” memiliki arah dan tujuan yang sama dengan konsep aliran filsafat pendidikan progresivisme John Dewey. Keduanya sama-sama menawarkan kemerdekaan dan keleluasaan kepada lembaga pendidikan untuk mengekplorasi potensi peserta didiknya secara maksimal dengan menyesuaikan minat, bakat serta kecendrungan masing-masing peserta didik. Dengan kemerdekaan dan kebebasan ini, diharapkan pendidikan di Indonesia menjadi semakin maju dan berkualitas, yang ke depannya mampu memberikan dampak positif secara langsung terhadap kemajuan bangsa dan negara.

Bagaimana implementasi kemerdekaan dan kebebasan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah? Kemerdekaan dan kebebasan dapat terlihat pada tahap perencanaan pembelajaran sebelum kegiatan belajar dimulai. Penyusunan Rencana Program Pembelajaran (RPP) dapat dilakukan secara bebas oleh guru bersangkutan. Guru dapat secara bebas memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP secara mandiri. Dari 13 komponen RPP yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 yang menjadi komponen inti adalah tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (assesment) sajalah yang wajib dilaksanakan oleh guru, sedangkan sisanya hanya sebagai pelengkap. Sebelum digulirkannya program Merdeka Belajar, bahwa lembaran RPP yang dibuat oleh guru bisa sampai berpuluh lembar hanya untuk satu pertemuan pembelajaran. Di situ disertakan soal-soal yang akan diujikan, LKS yang akan digunakan, bahkan terkadang menyertakan program remidi dan pengayaan. Akhirnya, jumlah lembaran RPP tersebut menjadi lebih tebal padahal dalam prakteknya belum tentu digunakan. Pertanyaannya selanjutnya, bagaimana dengan kemampuan pengelolaan pembelajaran peserta didik yaitu kompetensi pedagogik? Dapatlah diprediksi bahwa terdapat hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum kegiatan KBM dilaksanakan, apalagi jika dilakukan secara bebas mengadopsi prinsip kemerdekaan dalam pembelajaran. Beberapa hambatan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik jika KBM dilakukan secara bebas dan diversif adalah kemampuan penguasaan strategi pembelajaran yang mumpuni terutama ketika diperhadapkan dengan membimbing siswa melaksanakan proyek sebagai bagian utama dalam program Merdeka Belajar. Para ahli menyatakan bahwa kesiapan menjadi salah satu penentu secara mental dalam menghadapi persoalan.  Kesiapan siswa yang terbiasa menghadapi permasalahan dalam suatu pembelajaran, akan
mampu mempersiapkan mental yang lebih baik bagi siswa dalam menghadapi persoalan. Pendidikan IPA abad ke-21 yang berorientasi pada pengembangan strategi dan solusi untuk
memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari menjadi fokus dalam pendidikan saat ini.

Kaitan Kompetensi Guru dengan projek “KONFLIK BIKIN KITA MAKIN DEWASA”

Disebutkan bahwa di dalam urutan atau tahapan menjalankan projek “Konflik bikin kita makin dewasa” (fase D) bahwa beberapa hal perlu diperhatikan sebelum memulai projek. Pertama, bagi sekolah disebutkan bahwa (1) sekolah harus menjadikan poin penyelesaian konflik sebagai salah satu bagian dari kurikulum sekolah serta (2) sekolah punya komitmen yang kuat dengan seluruh stake holder ataupun peserta didik untuk sama-sama menandatangani komitmen anti bully sebagai salah satu pencegahan faktor yang akan mengakibatkan konflik. Dengan kata lain, bahwa projek ini akan terdokumentasikan dengan baik di buku kurikulum sekolah yang disepakati oleh semua perangkat sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, bahkan siswa, orang tua siswa dan bahkan oleh pihak Dinas Pendidikan setempat. Sedangkan untuk guru, bahwa (1) sebelum melakukan orientasi tentang antibully, setelah menandatangani komitmen guru juga berkewajiban mengikuti pelatihan Profil Pelajar Pancasila dan pelatihan 12NDP (12 nilai perdamaian) dan (2) guru melakukan orientasi juga pendampingan secara berkala dan konsisten pada siswa untuk memperkenalkan sampai mengaplikasikan nilai-nilai profil pelajar Pancasila. Pada sisi ini, dapatlah dilihat bahwa diperlukan pemahaman yang memadai bagi guru tentang apa dan bagaimana Profil Pelajar Pancasila itu.

Lebih jauh, diharapkan telah dilakukan training tentang Profil Pelajar Pancasila bagi semua tenaga pengajar dan siswa agar benar-benar memahami materi tersebut. Selain itu, juga diperlukan training bagi guru untuk mengikuti pelatihan 12 NDP (12 nilai perdamaian). Kompetensi ini termasuk kompetensi pedagogik dalam mengelola pembelajaran dalam hal ini pembelajaran berbasis projek. Setelah itu, para guru akan mendampingi secara berkala dan konsisten para siswa yang melaksanakan projek ini serta mengaplikasikan nilai profil pelajar Pancasila serta 12 Nilai Perdamaian. Keberhasilan dari pelaksanaan projek ini tentu saja bergantung pada berbagai hal, namun secara sederhana dapat dilihat bahwa guru memegang peranan sangat penting dalam KBM projek. Dari penelusuran penulis tentang Pelatihan 12 Nilai Dasar Perdamaian (NDP) yang diwajibkan dalam modul projek ini terdapat di website peacegen.id yang ternyata berbayar.

Kompetensi berikutnya dari seorang guru ketika menjalankan projek ini terletak pada tahapan-tahapan projek itu sendiri. Tahapan projek ada 10 tahapan. Bahwa pada setiap tahapan terbagi atas 4  alur, yaitu aktifitas, refleksi, konsep, dan aplikasi yang berbeda-beda kegiatannya. Dari uraian tahapan projek ini, penulis melihat bahwa banyak yang perlu dipersiapkan baik oleh siswa, guru, sekolah bahkan orang tua sendiri. Pertama dari sisi konten materi yang harus dikuasai oleh guru dan yang diharapkan dapat diaplikasikan oleh para siswa. Bahwa guru harus telah menguasai apa itu materi 12 NDP dan materi sembilan simpang (tertera pada aktifitas 7), materi pembuatan mind map (aktifitas 8), materi templates infografis (aktiftas 9), dan memahami alur kampanye seperti contoh di youtube (akifitas 10). Sedangkan dari sisi siswa, bahwa para siswa dituntut agar dapat menguasai penyusunan hasil observasi (aktifitas 3), mempresentasikan (aktifitas 4 dan 12), dan menggali studi kasus konflik di masyarakat (aktifitas 6).

Dari sisi teknis, bahwa guru perlu menguasai tehnik BOR (break out room), yaitu suatu fitur yang memungkinkan untuk membuat ruang obrolan tambahan di sesi pertemuan tersebut dalam satu link. Aplikasi tehnik ini dipergunakan pada saat aktifitas 2, yaitu menelusuri konflik di media massa. Zoom sendiri dibekali dengan fitur untuk mempermudah penggunanya. Salah satu fitur yang dimaksud adalah Breakout Rooms (BOR). Pengalaman penulis saat menjadi Pengajar Praktek Guru Penggerak tahun lalu bahwa spesifikasi laptop mempengaruhi penggunaan BOR ini. Selain itu, siswa diharapkan mampu menyusun mind map, laporan dan diharapkan dapat aktif dalam kegiatan ini. Sementara kegiatan awal sudah menerapkan profesionalitas seorang guru dalam membelajaran siswa, maka kegiatan akhir dari 10 tahapan projek adalah berupa 1 hari presentasi yang akan cukup menguras energi, waktu dan kordinasi. Keseluruhan kelompok siswa akan mempresentasikan kegiatannya dan dinilai oleh guru penguji. Kegiatan 1 hari ini tentu saja membutuhkan kordinasi yang kompleks karena melibatkan siswa, guru pengampu dan guru penguji, orang tua dan pihak-pihak lainnya. Saran saya, bahwa dari sekian banyak tahapan pada projek ini, maka alangkah baiknya jika dilakukan persiapan dan perencanaan yang matang untuk memahami dulu tentang projek ini sebelum terjun langsung menggelutinya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top