“Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya .” Pramoedya Ananta Toer (Rumah Kaca)
Malam itu menjadi malam yang sangat sibuk bagi saya, guru Nunuk dan guru Najib. Ketiganya sama-sama mengisi Temu Pendidik Dalam Jaringan (daring). Saya menjadi narasumber di grup whatsapp Komunitas Guru Belajar (KGB) Palembang, guru Nunuk menjadi narasumber di grup whatsapp KGB Pekalongan, pun dengan guru Najib menjadi moderator mendampingi guru Nunuk di Pekalongan.
Karena temu pendidiknya adalah daring, sehingga dibutuhkan jaringan internet. Dan sialnya, malam itu jaringan provider yang saya gunakan sedang bermasalah dan di kos tidak ada wifi. Setengah jam sebelum diskusi langsung mencari counter untuk membeli kartu perdana provider lain agar mendapatkan sinyal. Alhamdulilah 15 menit sebelum diskusi kartu sudah terbeli. Namun ternyata untuk mengaktifkan kartu tersebut harus mendaftarkan terlebih dahulu menggunakan nomor Kartu Kelurarga (KK) dan nomor KTP. Saya pun buru-buru untuk mendaftarkan. Send, pesan pendaftaran kartu perdana terkirim. Nunggu satu menit belum ada tanda-tanda terdaftar, 5 menit masih nihil. Sampai waktu menunjukkan 19.28 WIB masih belum muncul tanda-tanda itu. Padahal 19.30 WIB temu pendidik akan segera dimulai. Tanpa pikir panjang, langsung memasukkan laptop ke dalam tas, lari menuju ke sekolah untuk mendapatkan wifi. Alhamdulilah sekitar pukul 19.32 WIB sudah stand by dan bisa belajar bersama guru-guru di KGB Palembang.
Sama halnya denganku, permasalahannya adalah sinyal, namun cerita guru Nunuk lebih tragis. Guru Nunuk adalah seorang guru yang mengajar di sebuah daerah yang jauh dari perkotaan dan untuk mencapainya dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam perjalanan. Kisah Guru Nunuk .Setelah menumpuh perjalanan yang lama sekitar pukul 18.30 WIB ia pun sampai rumah. Dibukanya laptop yang akan ia gunakan dalam mengisi diskusi. Namun tak dinaya, ternyata wifi di rumah guru Nunuk mati. Sinyal provider yang ia gunakan juga tidak begitu kuat. Ia harus menuju kota, ke tempat yang ada wifi yang lumayan kencang. Ia pun mengendarai motor trail-nya untuk mengejar waktu. Padahal baru saja ia sampai rumah.
Cerita guru Najib mungkin yang paling menakjubkan. Ia tahu, malam hari ia akan menjadi moderator temu pendidik KGB Pekalongan, dan malam itu pulalah ia akan mengobservasi dan mendirikan tenda untuk kemah muridnya esok hari. Lokasi perkemahan cukup jauh dari kota. Oleh karena itu siang hari, ia sudah siap dengan membeli kartu perdana yang dirasa ada sinyal di lokasi perkemahahan. Menjelang waktu diskusi teman-teman guru Najib mulai turun, karena sudah selesai mengobservasi dan mendirikan tenda. Guru Najib tidak bisa turun terlebih dahulu karena akan mengisi temu pendidik. Ia pun tinggal sendirian di pinggir hutan sambil memegangi handphone dan memimpin temu pendidik di WA KGB Pekalongan. (untung ya Pak, nggak ada yang nggondeli dari belakang).
Seminggu sebelumnya, KGB Pekalongan menghadirkan seorang narasumber dari Seruyan, Kalimantan Tengah namanya guru Panji. Untuk bisa menemani guru-guru Pekalongan belajar, guru Panji pun harus mengendarai kendaraan 25 Km agar mendapatkan sinyal yang stabil.
Itulah mengapa saya menggunakan kutipan Pramoedya untuk mengawali tulisan ini. Tujuan membawa guru Nunuk rela kembali lagi ke kota padahal baru sampai rumah untuk mendapatkan sinyal. Guru Najib melawan kedinginan dan kengerian hutan agar bisa menjadi moderator, dan juga guru Panji rela menerbas malam, melawan dingin, dan menempuh perjalanan puluhan kilo untuk menemani guru-guru belajar. Semua cara dilakukan, jika cara pertama belum berhasil, mencari cara lain, jika belum juga, cari lagi.
Apa jadinya jika seorang supir mengendarai kendaraan namun tidak tahu kemana ia akan pergi, apa yang akan ia tuju?
Supir yang sudah tahu tujuan mana yang akan dituju, jika jalan A tidak bisa dilewati, maka akan mencari jalan lain.
Karena saya percaya komitmen pada tujuan akan memunculkan merdeka terhadap cara.