Kesepakatan Kelas

Temu Pendidik Mingguan 59 – Belajar Sepakat, Bisa Dong!

Narasumber : Anik Puspowati – KGB Semarang
Moderator : Nur Padilah – KGB Depok
Hari, tanggal : Jumat, 20 Juli 2018

Moderator : Sebelum memulai temu pendidik malam ini, saya perkenalkan dulu narasumber kita pada malam hari ini. Namanya Anik Puspowati, lahir tanggal 10 Maret. Belajar dan mengajar di unit PG-TK Sekolah Alam Ar-Ridho Semarang, sebelumnya pernah mengajar di salah satu SD Negeri di Semarang sebagai guru honorer. Guru Anik pernah menulis di buku Merdeka Belajar, menulis juga di 3 buku Antologi pendidikan. Menjadi kontributor penulis di Surat Kabar Guru Belajar, dan menjadi narasumber di TPN 2017 di kelas kemerdekaan.
Silakan Bu Anik untuk emnyampaikan materi.

Anik Puspowati : “Kalau mau ikut belajar sholat nanti Ibu kasih bintang deh. Nanti bintangnya jadi banyak lho…

Atau bila ada murid yang suka mengganggu teman maka saya katakan, “Kalau mengganggu teman, bintangmu diambil untuk teman yang kamu ganggu ya?”  Biasanya anak langsung menghentikan gangguannya Karena tidak mau sticker bintangnya diambil. Namun apakah hal ini baik bagi murid saya?  Dulu saya berfikir hal itu baik bagi saya dan adil buat anak. Belakangan saya menyadari sebaliknya. Namun suatu pagi ada salah satu wali murid datang mengeluhkan anaknya yang pulang menangis karena kemarin bergulat dengan teman dan dia tidak suka kakinya ditarik teman-teman. Wali murid tersebut khawatir anaknya mengalami perundungan di kelas. Dengan adanya kejadian tersebut maka saya merefleksi kejadian dan mencoba membuat kesepakatan baru bersama anak-anak.

Kesepakatan baru telah dibuat atas kesepakatan bersama : Tidak main gulat di dalam kelas, bermain hati-hati dan tidak boleh memaksa teman.

Kesepakatan bersama tadi saya tempel di kelas dengan diberi gambar di tiap item kesepakatannya. Maksudnya supaya anak-anak bisa melihat dan ingat akan kesepakatan yang telah kami buat bersama. Selanjutnya saya hanya perlu mengingatkan mereka bila ada yang lupa atau melanggar kesepakatan yang sudah dibuat bersama. Apa efeknya? Anak-anak lebih mudah untuk diingatkan. Anak juga belajar untuk selalu melakukan refleksi, belajar menemukan sendiri problem solving mereka, dan belajar untuk memiliki komitmen terhadap tujuan belajarnya.

Saya sangat bahagia, anak-anak sejatinya memang pembelajar sepanjang hayat. Tidak perlu sogokan dan hukuman. Yang perlu ditumbuhkan adalah motivasi dari dalam diri sendiri.

Silakan baca tulisan lengkap saya

Moderator : Ada pertanyaan dari kanal media sosial tentang tips kesepakatan kelas di tiap tingkatan ini Bu?

Anik Puspowati :  Untuk SMP, saya sih terus terang belum pernah mengajar di SMP. Namun menurut saya anak SMP Insya Allah lebih mudah diajak untuk membuat kesepakatan kelas. Karena anak usia 4-5 tahun pun sudah bisa. Jadi ketika akan membuat aturan yang akan ditaati bersama, sebaiknya setiap anak diajak untuk mengungkapkan pendapatnya tentang masalah yang perlu dibuatkan kesepakatan bersama. Brainstorming, kumpulkan semua pendapat kemudian dipilih lagi mana yang kira-kira paling dibutuhkan untuk dibuat aturan bersama. Prinsipnya, guru berperan sebagai fasilitator saja.

Untuk murid SMK sebenarnya sama saja sih, karena disiplin positif ini mampu diterapkan dari pre school sampai SMA. Untuk murid yang telat masuk meskipun lonceng telah berbunyi, kalau menurut saya, kita perlu mencari tahu dulu mengapa anak ini sering terlambat masuk kelas meskipun lonceng telah berbunyi. Apakah anak tersebut paham mengapa ia harus masuk ketika lonceng berbunyi? Kita perlu mendengarkan dan kemudian mencari solusi bersama anak tersebut langkah apa yang perlu dilakukan supaya tidak terlambat masuk kelas.

Untuk murid bermasalah karena mengalami perlakukan kasar di rumah, ini saya pernah belajar dari teman saya seorang guru MAN Salatiga yang sangat menginspirasi saya. Beliau mempunyai masalah yang sama. Apa yang beliau lakukan? Beliau pergi mendatangi rumah murid tersebut, berusaha berkomunikasi dengan orang tuanya, mengetahui latar belakang permasalahan anak tersebut. Yang beliau lakukan adalah membuat koneksi dengan murid yang bermasalah itu, mendengar dan memahami. Dan ketika beliau sudah mendengar dan memahami muridnya tersebut, beliau akhirnya mampu mendapatkan perhatiannya dan sekarang murid tersebut sangat kooperatif di kelas. Bahkan menjadi murid favorit beliau.

Murid yang masih ditunggui orang tua di kelas. Saya sering mengalami ini, hehehe.. biasanya saya komunikasikan dengan orang tua murid saya untuk menyampaikan apa kecemasannya, kemudian saya menyampaikan apa saja yang akan kami lakukan bersama anak-anak. Saya meyakinkan beliau bahwa anak-anak aman di sekolah, dan kami sebagai guru butuh kepercayaan dari walimurid. Biasanya kalau orang tuanya sudah percaya pada sekolah, akan berefek sih terhadap anak. Anak jadi mudah untuk mempercayai guru dan lingkungan baru. Saya juga biasanya men share foto-foto kegiatan belajar hari itu via grup walimurid.

Moderator : Apa konsekuensi yang tepat jika murid tidak masuk atau datang terlambat ke sekolah?

Anik Puspowati : Murid ijin saat pelajaran dan tidak kembali ke kelas. Ini saya kira sama sih jawabannya, kita perlu tahu mengapa dan kemudian mencari solusi bersama anak. Sebagai referensi Ibu / bapak guru bisa membaca di Surat Kabar Guru Belajar. Disana banyak cerita pengalaman atau strategi pembelajaran dari teman2 guru lain yang salah satunya mungkin kita alami dan sudah berhasil diterapkan di kelas.

Moderator : Jika ada anak yang ngobrol saat pelajaran, bagaimana penanganannya?  

Anik Puspowati : Jika ada anak yang ngobrol saat pelajaran, bagaimana penanganannya?

Mungkin ini perlu refleksi kita, mungkinkah anak ngobrol saat pelajaran itu karena apa yang kita sampaikan itu kurang menarik? Bila iya, mungkin kita bisa coba metode lain yang lebih mengakomodir gaya belajar anak.

Moderator : Bagaimana menegur murid yang melanggar peraturan tanpa menyudutkannya, dan apakah perlu membuat kesepakatan dengan anak tentang konsekuensi jika melanggar?

Anik Puspowati : Bagaimana menegur murid yang melanggar peraturan tanpa menyudutkannya, dan apakah perlu membuat kesepakatan dengan anak tentang konsekuensi jika melanggar? Yang saya lakukan biasanya mengajaknya ngobrol berdua saja, agak jauh dari teman-teman yang lain. Berusaha membuat anak nyaman dulu. Dengan demikian insya Allah anak akan lebih mampu diajak merefleksikan kesalahannya. Apakah perlu konsekuensi? Menurut saya tergantung kesepakatan, perlu konsekuensi atau tidak.

Moderator : Bagaimana menumbuhkan minat pelajar SMK yang tidak sesuai dengan jurusan yang dipilihnya?

Anik Puspowati : Wah, salah jurusan ya? Hmmm… Pasti dulu dipilihkan sama orang tuanya, *eh Gini, bisa jadi jurusan yang tidak disukainya itu akan bermanfaat dikemudian hari, karena kan sudah terlanjur. Mau gimana lagi? Banyak juga kan orang yang salah jurusan tapi akhirnya sukses? Banyak lho contohnya. Bantu murid kita itu untuk menentukan tujuan jangka panjangnya, lalu di breakdown jadi tujuan jangka pendek, kemudian menentukan langkah apa yang perlu dilakukan, bantu dia menemukan misi hidupnya, dan belajar berkomitmen terhadap tujuan

Bagaimana menumbuhkan motivasi belajar murid yang rendah & selalu berkata tidak bisa? Pasti sebel sekali ya bu, kalau ada murid kita yang berkata seperti itu? Kalau pengalaman saya sih saya tanya dulu, sudah dicoba? Lalu saya refleksi diri sendiri juga sih, apakah saya sudah merdeka belajar? Apakah saya sudah menumbuhkan merdeka belajar pada murid-murid saya?

Bagaimana menumbuhkan percaya diri siswa yang tinggal kelas? Wah, berat sekali pertanyaannya🙈. Karena pasti tidak mudah. Yang pasti dibutuhkan kerjasama kedua belah pihak, baik guru maupun orang tua di rumah untuk menguatkan anak ini. Tidak naik kelas bukan akhir segalanya. Saya termasuk yang tidak sependapat dengan sistem tinggal kelas,

Moderator : Bagaimana meningkatkan kemampuan siswa usia 14 tahun namun masih kelas 4 SD?

Anik Puspowati : Ini juga tidak mudah bagi saya untuk menjawabnya, karena menrut saya pasti kompleks permasalahannya dan banyak kemungkinan. Apakah murid tersebut memiliki gangguan belajar umum atau gangguan belajar spesifik? Atau ada hal lain? Oh iya, saya jadi ingat videonya Prince Ea, menggugat sistem sekolah. Dulu pernah diunggah oleh pak @bukik beberapa tahun yang lalu. Pesan yang disampaikan sangat dalam di video itu Bahwa sebenarnya setiap anak itu istimewa, tidak ada yang bodoh

Moderator : Silakan bagi yang ingin bertanya dan menanggapi jawaban bu Anik?

Bunda Pelangi : Tahun ini saya mendapat kesempatan di kelompok B usia 5-6 tahun. Dulu jika mengawal anak mulai TK A lalu melanjutkan TK B saya masih bisa menerapkan kesepakatan yang dibuat sejak awal. Nah, karena sekarang saya menerima anak langsung di kelompok B jadi perlu beberapa penyesuaian diri. Mereka masih belum ada trust dengan saya ini menjadi kendala saat berkomunikasi dengan mereka, bahkan saat saya mencoba menawarkan kesepakatan bersama tentang  aturan bermain misalnya mereka cenderung menolak dengan berbagai alasan. Bahkan beberapa anak justru mengajak teman-temannya untuk “melawan” aturan yang telah dibuat. Pertanyaan saya, adakah trik khusus mengenai persoalan tersebut ? Terima kasih.

Anik Puspowati : Halo bunda Bunda 🙋‍♀ Wah saya yang harus banyak belajar dari bunda nih, Benar bunda, anak2 kelompok B memang sedang kritis2nya, apalagi dengan guru baru yang tidak mengikutinya sejak awal di kelompok A.  Kalau pengalaman saya, saya dekati si ‘leader’ nya ini, memberi peran penting di kelas misalnya, meminta pendapat nya, sampai mendapatkan kepercayaan dan hatinya,

Misdah Yanti : Salam kenal untuk semuanya, perkenalkan nama Saya Misdah, dari KGB Dompu NTB. 1. Ketika kita bicara tentang hukuman pastinya hukuman yang mendidik bagi anak-anak. Terus yang ingin saya tanyakan hukuman yang dilakukan seperti meminta anak “Mengulang hafalan surah” apakah hukuman seperti ini baik untuk dilakukan? Bukankah seharusnya hukuman itu pada sesuatu yang tidak disukai, kalau kita menghukum mereka pada sesuatu yang seharusnya disukai, apa ini akan menimbulkan efek yang baik? 2. Pada saat apakah hukuman itu tepat untuk dilaksanakan?

Anik Puspowati : Dulu saya juga termasuk guru yang mengimani kalau hukuman yang saya berikan tujuannya baik, untuk mendidik. Tapi benarkah demikian? Ketika saya mengenal disiplin positif, pikiran saya jadi terbuka. Saya jadi semakin penasaran dan belajar tentang disiplin positif dan pelan pelan mempraktekkannya. Alhamdulillah, akhirnya saya jadi paham bahwa tidak ada anak yang suka dihukum. Apalagi hukumannya adalah suatu hal harus dilakukan dengan kecintaan, menghafal Alquran. Akhirnya anak akan berfikir, oh jadi menghafal Al-Qur’an itu hukuman. Anak justru akan membenci Al-Qur’an. Kita tidak mau kan?

Dan saya sudah tidak pernah menghukum anak lagi, Alhamdulillah. Apa efeknya? Dahsyat!

Misdah Yanti : Terus bagaimana cara memperkenalkan anak pada konsekuensi sebuah perilaku, bukankah hukuman itu diambil karena sebuah konsekuensi pada sesuatu hal yang seharusnya tidak dilanggar, terus bagaimana dengan surga dan neraka yang bagian dari sebuah konsekuensi?

Anik Puspowati : Setahu saya sih konsekuensi itu bukan hukuman Bu.

Kristiawati : Saya Kristiawati dari KGB Pasaman Sumbar. Apa solusi yang tepat dalam menghadapi siswa yang tidak mau mengerjakan PR-nya? Terus terang saya sedikit kesulitan dengan masalah tsb.

Anik Puspowati : Anak saya sampai kelas 5 SD juga gak pernah suka mengerjakan PR Bu 🙈 Dan Alhamdulillah di sekolahnya tidak ada PR sih mengerjakan soal dari buku gitu. Tapi kalau bikin2 projects dari sekolah suka dia, karena merasa tertantang dan seru. Mungkin PR bisa dibuat seperti projects gitu Bu, sehingga anak senang dan tertantang karena asyik dan seru😊

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top