Kegiatan Bercerita Tentang Mimpi Sebagai Strategi Pembelajaran Agar Murid Berkebutuhan Khusus Berani Berbicara Dan Tampil Di Depan Kelas

SD Hikmah Teladan adalah sekolah tempat saya bertugas, terletak di sebuah kota kecil
yang bersebelahan dengan Kota Bandung yaitu Kota Cimahi. Sebagai Sekolah Inklusi kami menerima dan mendidik berbagai macam murid berkebutuhan khusus. Dalam
proses pembelajaran di kelas mereka tidak dipisahkan melainkan tetap bersama murid
yang lainnya.
Rata-rata jumlah siswa sekelas sebanyak 28 orang dan terdapat 2 orang murid
berkebutuhan khusus. Begitu juga di kelasku terdapat murid berkebutuhan khusus
sebanyak 2 orang dengan hasil diagnosa Autis Sedang.
Perlu diketahui bahwa murid Autis biasanya sulit untuk berkomunikasi, mengendalikan
emosi dan berinteraksi sosial. Hal ini disebabkan oleh gangguan dalam syaraf otaknya.
Sebagai guru kelas 3 SD, saya ingin mereka tetap terlibat dalam semua proses
pembelajaran di kelas bersama murid lainnya. Termasuk pada saat kegiatan bercerita
di depan kelas pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai adalah semua siswa dapat tampil didepan kelas bercerita
tentang buku cerita yang sudah pernah dibaca atau pengalaman berlibur bersama
keluarganya.
Untuk mengawali kegiatan tersebut, saya pilih murid-murid yang pemberani dengan
harapan dapat memancing murid yang masih takut untuk berbicara di depan kelas.
Alhamdulillah sebagian besar anak sudah tampil. Ada yang lama dan ada juga yang
sebentar, bahkan ada yang perlu dipancing dengan beberapa pertanyaan dari saya, baru
kemudian mereka dapat bercerita kembali.
Ketika tiba giliran murid berkebutuhan khusus, mereka dibantu oleh guru
pendampingnya. Gama, murid Autis yang senang keluar kelas dibandingkan di dalam
kelas. Ia dapat bercerita tentang pengalaman berlibur bersama keluarganya dengan
beberapa kalimat sederhana dan bantuan guru pendampingnya. Selesai bercerita
nampak gusar dan tidak sabar ingin segera keluar kelas.
Karena rekan saya sedang menenangkan murid tersebut, saya hampiri Syifa, murid
berkebutuhan khusus lainnya dan mengajaknya untuk ke depan kelas. Namun setelah
ke depan, tidak keluar sepatah kata pun darinya. Ia hanya bisa menatap saya dan temantemannya dengan mata indahnya yang berkaca-kaca.
Hati saya sangat terenyuh, saya berkata dalam hati “Ya Allah Engkau anugerahkan anak
ini paras yang cantik namun Engkau batasi mulutnya untuk berbicara. Kumohon
berikanlah saya petunjuk untuk membantunya”.
Saya ingin dalam kegiatan bercerita semua murid dapat berani berbicara dan tampil di
depan kelas, termasuk Syifa. Tentu saja sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Walaupun tinggal satu orang murid lagi yang belum bercerita namun saya bertekad
mencari cara agar suatu saat ia mampu untuk berbicara meskipun hanya beberapa patah
kata saja.
Gama walaupun lamban belajar untuk memahami dan keterampilan melakukan sesuatu.
Namun ia sudah bisa berkomunikasi dan mau mengikuti instruksi guru, hanya saja
konsentrasinya tidak lama. Ia senang sekali keluar kelas, berjalan di taman sekolah dan
bermain tanah.
Syifa, menurut guru sebelumnya ia memiliki kesulitan dalam berbicara dan berinteraksi
dengan teman-temannya. Ia cenderung diam dan kalau ada keinginan ia menghampiri
dan menarik lengan. Kata sederhana kata seperti “makan, minum, jajan, pipis” atau
ketika ditanya seringnya menjawab “ya, mau dan tidak” .
Dibandingkan murid lainnya, kedua murid berkebutuhan khusus ini memiliki tantangan
tersendiri. Saya terus berupaya untuk mencari ide-ide kreatif dalam setiap mata pelajaran
agar mereka tetap terlibat dalam proses pembelajaran.
Saya mulai dengan pendekatan secara personal terhadap Gama dan Syifa. Pada jam
istirahat saya sempatkan menemani Gama bermain tanah dan berbicara dengannya
tentang apa yang ia lakukan dan senangi.
Dalam kesempatan lain, saya berusaha mendekati Syifa dan memperbanyak interaksi
dengannya. Untuk mengetahui informasi yang lebih banyak tentang mereka, saya
berbicara dengan orangtua mereka dan berdiskusi dengan guru kelas serta guru
pendamping khusus sebelumnya.
Agar saya memahami lebih jauh tentang Autis, buku-buku Autis yang ada di
perpustakaan sekolah saya baca. Termasuk juga artikel tentang bagaimana cara
menangani anak Autis ? saya cari di beberapa website.
Akhirnya saya menemukan ide untuk melakukan kegiatan bercerita mengenai mimpi
masing-masing murid sebagai strategi agar murid berkebutuhan khusus (Autis) berani
berbicara dan tampil di depan kelas.
Setiap pagi di sekolah kami, semua murid rutin melaksanakan shalat dhuha. Biasanya
dilanjutkan dengan dzikir dan hafalan surat. Pada saat itu, saya persingkat dengan doa
pendek saja kemudian dilanjutkan dengan kegiatan yang telah disepakati dengan murid
sehari sebelumnya yaitu bercerita tentang mimpnya tadi malam.
Awalnya semua anak secara bergiliran menceritakan mimpinya. Ternyata banyak cerita
menarik, mulai dari cerita pertemanan, fantasi, lucu, sedih dan yang menyeramkan.
Setiap penampilan pasti diselingi canda dan tawa mereka. Terlihat semua murid sangat
senang dan menikmati kegiatan tersebut.
Ketika giliran Syifa, ia hanya menggeleng sambil tersenyum. Setelah dibujuk tetap tidak
mau, saya pun melanjutkan dengan Gama. Ia belum bisa bercerita sendiri, harus
dipancing dengan pertanyaan-pertanyaan kemudian baru ia menjawabnya.
Beberapa anak panjang ceritanya sehingga perlu waktu lebih lama dibandingkan yang
lainnya. Melihat murid-murid sangat antusias dengan kegiatan tersebut, saya pun harus
merelakan satu jam pelajaran untuk materi berikutnya.
Selanjutnya saya tanyakan apakah mereka senang dengan kegiatan tersebut ?
semuanya menjawab dengan seremapak “ senang”. Apakah besok kita akan lanjutkan ?
“ ya” jawab mereka.
Saya ajak mereka berdiskusi tentang waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut
serta ada mata pelajaran lain yang harus mereka ikuti. Akhirnya disepakati hanya 10
orang saja yang bercerita setiap harinya ditambah dengan memberi kesempatan kepada
dua orang murid berkebutuhan khusus jika mereka ingin bercerita.
Setelah berjalan tiga minggu, semua siswa sudah terbiasa tampil di depan kelas dan
bercerita tentang mimpinya. Murid yang awalnya malu-malu atau takut menjadi berani
dan terbiasa. Ada peristiwa yang paling menakjubkan, Syifa murid Autis yang awalnya
diam saja ketika diminta untuk bercerita, tidak disangka anak tersebut mau tampil ke
depan dan berbicara menceritakan tentang mimpinya walaupun hanya dua kalimat. “
Tadi malam Syifa bermimpi. Bermain bersama teman”
Saya bersama guru pendamping khusus dan semua murid terpana sekaligus terharu
menyaksikan apa yang terjadi. Selesai Syifa bercerita kami sambut dengan tepuk tangan
yang meriah. Syifa tersenyum malu namun terlihat sangat senang sekali. Sejak saat itu,
jika saya atau temannya bertanya, Syifa bisa menjawab dalam beberapa kata atau satu
kalimat.
Pelajaran berharga yang bisa kita ambil hikmahnya adalah kita harus tetap positif thinking
terhadap semua murid, jangan mudah berputus asa dan cepat mengambil kesimpulan
bahwa murid tersebut tidak bisa atau memberikan label nakal, bodoh, sulit diatur dan
sebagainya.
Dengan kegiatan belajar mendengarkan cerita mimpi temannya banyak hal yang dapat
murid pelajari, diantaranya murid tanpa terasa belajar kosakata baru dari temannya, cara
berkomunikasi, belajar menyimak dan menghargai temannya yang sedang berbicara.
Ternyata belajar dari teman sebaya sangat efektif, termasuk juga bagi anak yang
berkebutuhan khusus.
Ketika kita fokus dan konsisten pada proses, apalagi kegiatan tersebut telah disepakati
dengan siswa maka kita akan menghargai setiap pencapaian murid sekecil apapun juga.
Ketika mengalami kegagalan pun akan lebih banyak intropeksi dan memperbaiki diri
dibandingkan menyalahkan atau memvonis kemampuan murid.
Hal yang perlu dikembangkan dari stategi tersebut adalah

  1. Variasi tema cerita, tidak hanya tentang mimpi bisa juga tentang buku cerita,
    film, hewan kesayangan atau yang lainnya.
  2. Waktu bisa dipindahkan menjadi jam terakhir sebelum murid pulang, sehingga
    menjadi reward bagi mereka yang telah tampil untuk pulang duluan.
  3. Membuat cerita secara berkelompok. Murid akan belajar menyampaikan ide dan
    gagasan kepada temannya sekaligus bagaimana menghargai gagasan ide
    temannnya serta bermusyawarah sampai menghasilkan cerita bersama.
  4. Menampilkan cerita tersebut di depan kelas dalam bentuk drama. Masing-masing
    murid akan memerankan tokoh dalam cerita tersebut.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top