Journaling Siswa : Sebuah Cara Wali Kelas Memahami Siswa

Guru kini menghadapi tantangan yang lebih berat dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Rincian tugas yang sering dijadikan penelitian oleh guru adalah peran sebagai guru mata pelajaran. Fokus meningkatkan prestasi dan keterampilan siswa dari segi pendekatan mata pelajaran. Padahal ditilik dari keberagaman tugas tambahan, tugas wali kelas merupakan salah satu tugas yang paling sering didapatkan guru, yang membutuhkan lebih banyak pemahaman dan keterbukaan cara berfikir. Berangkat dari keprihatinan saya sebagai wali kelas di masa pembelajaran jarak jauh, siswa belum bisa bertemu dan bersosialisasi dengan temannya, sedangkan tugas dan tuntutan lingkungannya menghimpit menyebabkan kejenuhan dan berkurangnya motivasi dalam belajar.

Selama menjadi guru di sekolah kami, saya menemukan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Saya sebagai Wali Kelas beberapa siswa memiliki motivasi belajar yang rendah. Dilihat dari data awal siswa, sebagian besar siswa yang mengalami motivasi belajar yang rendah memiliki tingkat ekonomi terbatas. Komunikasi yang mereka lakukan juga membutuhkan perhatian.

Dua orang siswa yang saya kunjungi dalam program Home visit Wali Kelas memiliki permasalahan keluarga di bidang ekonomi dan memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan orang tuanya. Pada remaja, keadaan tersebut merupakan hal krusial yang mempengaruhi motivasinya dalam belajar dan mengikuti pembelajaran di sekolah. Atas dasar isu tersebut maka saya  mencoba menerapkan program journaling untuk mengingkatkan motivasi belajar siswa.

Ide journaling siswa berangkat dari pengalaman pribadi saya saat masih menjadi siswi SMA. Remaja seringkali kesepian dan menemui banyak masalah meskipun  secara fisik di rumah ia tidak sendirian. Permasalahan yang kerap di hadapi remaja sering disimpan sendiri sehingga menyebabkan permasalahan buntu tanpa penyelesaian yang membangun.

Menulis jurnal membiasakan siswa mengurai masalah dan menata langkah untuk menyelesaikannya. Studi klinis seringkali menggunakan journaling untuk mempromosikan instropeksi diri, refleksi, mengubah cara pandang seseorang, mengubah tingkah laku dan kesadaran. Singkatnya journaling bisa dijadikan alat untuk membantu mencari strategi memecahkan masalah.

Secara data, siswa di sekolah kami memiliki latar belakang ekonomi yang rendah, dengan status orang tua bercerai, orang tua meninggal cukup banyak persebarannya di kelas X-1 pada tahun ajaran 2021/2022. Dampaknya adalah rendahnya angka motivasi siswa. Hasil Jurnal yang telah ditulis siswa dikumpulkan pada wali kelas untuk kemudian dibaca atas seizin siswa untuk kemudian didiskusikan bersama saat sesi konseling dengan siswa satu kelas.

Teknik Journaling rupanya masih asing untuk siswa, untuk menyiasati hal ini wali kelas membuat skema pertanyaan pemantik yang membantu mereka menulis jurnalnya. Time table disusun selama beberapa hari dengan mempertimbangkan jadwal siswa di sekolah. Daftar pertanyaan dan tabel waktunya disusun wali kelas dengan berkonsultasi pada guru Bimbingan Konseling yang bertanggung jawab di kelas X-1. Kolaborasi antara wali kelas dan BK membantu perencanaan dan pelaksanaan program journaling siswa berjalan dengan lebih baik.

Kegiatan selanjutnya dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi. Kegiatan ini direncanakan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: Pengumpulan hasil journaling siswa selama pelaksanaan program. Menganalisis hasil evaluasi program bersama dengan siswa. Kegiatan evaluasi dilakukan dengan berlaku adil tanpa memihak terhadap siapapun serta tidak diskriminatif terhadap seluruh siswa yang melakukan evaluasi program dan tanpa membeda- bedakan siswa.

Kegiatan evaluasi diawali dengan duduk bersama membentuk lingkaran. Saya memberikan sebuah botol dan menyalakan music. Saat music menyala anak – anak akan memutarkan botol di antara temannya. Ada yang takut – takut kemudian melempar botolnya, ada yang santai seperti melakukan permainan di ulang tahun teman. Saat music saya matikan, anak yang saat itu memegang botol akan diberi pertanyaan. Sebelumnya saya sudah meminta izin kalau memang ia keberatan bercerita, ia boleh tidak menjawab pertanyaan saya.

Saya ingat saat itu saya bertanya “Bagian dari pertanyaan pemantik mana yang kamu berat menuliskannya di Jurnal? Kamu mau berbagi ceritakah?” kemudian cerita bergulir. Anak – anak memberi jeda beberapa menit sebelum menjawab pertanyaan saya. Mencoba merefleksi dan menggali ingatannya saat menulis jurnal.

Para remaja itu seringkali berkaca – kaca saat bercerita, dengan suara tercekat mereka menyuarakan isi hati mereka. Sambal menggigit bibir mereka mengeluarkan isi hatinya. Refleksi kami tutup dengan saling memeluk antar siswa, lelaki dengan lelaki, perempuan dengan perempuan. Pelukan itu saya harapkan menjadi dukungan untuk mereka, meyakinkan bahwa mereka tidak sendirian. Memastikan mereka mendapatkan kasih sayang dari gurunya.

“Ibu, kapan kita cerita – cerita lagi?” tanya anak – anak saat kami selesai melakukan sesi konseling refleksi bersama.

“Kamu suka kita cerita – cerita begini?” Susul saya, penasaran dengan testimoni mereka.

“Suka Bu. Saya jadi merasa enggak sendirian. Saya merasa ada yang mendengarkan.”

Kemudian saya memeluknya. Erat.

Saya sebagai guru belajar, bahwa dengan meluangkan waktu dan perhatian pada siswa, terutama remaja, akan membuat mereka merasa lebih baik. Perasaan diterima, diberi kasih sayang, membuat mereka merasa utuh sebagai manusia. Apabila sudah dipenuhi kebutuhan akan perhatiannya, ia akan melesat motivasi belajarnya. Luka – lukanya telah sembuh, hatinya sudah tenang, ia siap menatap masa depannya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top