Guru Berani Menulis
Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Sesuai Permen PAN dan RB no. 21 Tahun 2010 pasal 5, tugas pokok pengawas sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan managerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
Saya seorang Pengawas Sekolah yang memiliki 19 SMK binaan di Kabupaten Bogor, termasuk kepala sekolah dan guru. Pengawas Sekolah menjadi ujung tombak dalam peningkatan mutu sekolah-sekolah binaannya. Pengawa Sekolah adalah pihak yang diharapkan memberikan informasi terbaru berkaitan dengan kebijakan pendidikan, memberikan alternatif solusi ketika sekolah mengalami kesulitan dalam menjalankan program-programnya termasuk meraih prestasi guru dan kepala sekolah melalui karya guru dan kepala sekolah dengan karakateristik sekolah yang berbeda-beda.
Saya ingin guru dan kepala sekolah binaan bisa menghasilkan buku hasil karyanya, karena menulis buku bagi guru seharusnya bukan menjadi hal yang sulit, apalagi sebagai seorang guru yang kegiatannya tidak terlepas dari membaca dan menulis. Karena setiap hari sudah bergelut dengan dunia tersebut harusnya menjadi hal yang mudah bagi guru untuk bisa menciptakan sebuah buku.
Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 pasal 10 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru profesional harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional, dari kompetensi profesional seperti yang di jelaskan dalam PP Nomor 74 tahun 2008 mengemukakan bahwa kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya. Oleh sebab itu, sebagai seorang guru wajib menguasai disiplin ilmunya yang dibuktikan dengan : pertama, penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu. kedua, penguasaan konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Kegaiatan yang saya lakukan adalah mengajak guru untuk menulis dan dituangakan dalam bentuk buku. Tentunya buku yang dapat memberikan manfaat bagi pembacanya, karena guru memiliki banyak pengalaman dan dari pengalaman tersebut, bisa dilahirkan dalam bentuk tulisan. Bisa dimulai menulis pengalaman mengajar di kelas, refleksi pembelajaran, teknik mudah menyusun RPP dan menjadi guru yang dirindukan.
Dari sekian banyak SMK binaan, ternyata tidak semua guru dan kepala sekolah mau merespon untuk menulis buku. Banyak pertanyaan dalam benak saya, seperti : Mengapa guru enggan menulis? Mengapa guru tidak percaya diri menulis? Mengapa guru tidak bisa menemukan/melahirkan gagasan dalam menulis? Mengapa guru ketika diberi motivasi untuk menulis, selalu beralasan, saya menulis apa? Padahal, setiap hari, guru selalu disibukkan dengan rutinitas menulis, pekerjaan setiap hari guru tidak lepas dari pena dan kertas, atau laptop dengan printer.
Namun ada guru yang aktif menulis, diawali hal-hal yang ringan dan mengumpulkan tulisan siswa dari kejadian saat pembelajaran. Dengan mengembangkan literasi di sekolah bisa mendorong guru untuk memberikan contoh membaca dan menulis. Ada banyak cara manusia belajar, mulai dari mendengar, membaca, melakukan, dan termasuk menulis. Guru mulai menyadari selain tugas mengajar, juga bisa menulis, dia akan mengingat kembali apa yang dia alami dan memikirkannya dengan sedemikian rupa agar tersampaikan dengan baik melalui tulisan. Menulis adalah salah satu cara guru untuk belajar dan meningkatkan kualitas diri. Baik itu menulis buku, penelitian, atau catatan hikmah tersendiri.
Sebagian besar guru tidak terbiasa menulis, banyak di antara para guru yang kesulitan untuk menulis di media massa, jurnal, buku atau yang lainnya. Bahkan untuk membuat karya tulis yang diajukan dalam pengurusan kenaikan pangkat saja, banyak yang belum bisa. Ironisnya lagi, ketika dihadapkan pada tugas utama untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) juga lebih cepat dan mudah dengan copy paste. Kondisi seperti ini tentu merupakan sesuatu yang tidak baik bagi kompetensi sebuah profesi. Padahal, guru harus membuat karya tulis sebagai salah satu unsur pengembangan profesi dan mempermudah kenaikan pangkat dan golongan.
Kebiasaan membaca merupakan tututan yang mutlak bagi seorang penelit, khususnya Guru agar mampu menuangkan gagasan/ide ke dalam bentuk tulisan. Kebiasaan membaca tersebut merupakan kendala utama. Kendala lain adalah waktu guru lebih banyak tersita untuk mengajar dan mengoreksi hasil ulangan. Bayangkan kalau seorang guru, untuk memenuhi tuntutan harus mengajar di beberapa tempat, dengan jam mengajar yang padat, sehingga kondisi sudah lelah. Di sela-sela istirahat, masih harus mengoreksi ulangan, hambatan lain mengapa kecenderungan guru menulis lemah karena tidak adanya motivasi untuk menulis. Dalam mengajar, guru terpaku kepada buku paket sehingga jangankan menulis diktat pelajaran, dalam membuat (menulis) soal pun mengambil dari beberapa buku paket/buku pegangan, dengan titik dan koma yang sama.
Mengajak guru untuk menulis tidaklah mudah, harus berulang-ulang diingatkan, karena Mereka yang sehari-harinya sudah kehabisan waktu untuk mengerjakan tugas lain selain tupoksi sebagai guru sangat susah menyisihkan waktu untuk menulis. Mungkin berbeda dengan saya, pengawas sekolah yang masih mempunyai banyak waktu untuk menyalurkan hobi menulis, namum mempunyai tanggungjawab atas keberhasilah sekolah dalam Gerakan Literasi Sekolah, untuk mengantarkan anak mencintai dan menyukai literasi.
Untuk mengatasi kendala yang ada, saya menjelaskan secara bertahap dan harus sering mengingatkan untuk menulis buku dan memberikan contoh buku karya tulis saya sendiri. Saya bersyukur dalam segala kekurangan saya masih bisa menyisihkan waktu untuk menulis, aktif menulis di media online dan sudah ada 6 buku karya saya. Tentunya saya juga harus membagikan tips dan trik mengatur waktu untuk menulis hingga menulis itu menjadi kebiasaan yang menyenangkan.
Langkah selanjutnya, saya mengadakan pelatihan menulis Karya Tulis Ilmiah, seperti PTK, Best Practice dan Jurnal dengan narasumber yang kompeten dan Workshop menulis bersama Jurnalis Mancing Indonesia (JMI) yang dialksnakan selama 3 hari. Dalam kegiata tersebut dihadiri oleh guru-guru dan siswa dari SMK binaan.Masih banyak guru yang belum paham tentang menulis Karya Tulis Ilmiah, namun guru-guru sangat antusias untuk menulis dan tahu kendala yang dihadapinya serta mau memulai untuk menulis. Saya melihat guru menyampaikan ide-ide yang akan dituliskan, yang ternyata tidak sebatas pengalaman saat mengajar tapi juga pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga mengenalkan literasi kepada siswa, agar mampu membuat konten posistif yang diunggah di media sosial, sebagian juga diteribitkan dalama bentuk buku.
Tindak lanjut dari kegiatan pelatihan menulis, saya membuat Whatapp Group untuk pendampingan saat guru memulai menulis dan untuk saling berdiskusi dalam proses menulis buku. Begitu juga sekolah binaan sudah ada yang membuat portal untuk memfasilitasi hasil tulisan guru dan siswanya, setiap hari ada berita atau tulisan terbarukan dari masing-masing sekolah binaan.
Hingga guru menyadari ternyata menulis itu mudah dan menjadi tantangan tersendiri. Guru mulai percaya diri untuk menulis segala hal dan berani menulis ringan yang dalam media sosial dan di awal tahun pembelajaran 2022/2022 sudah ada buku-buku karya dari guru yang diterbitkan, hal ini membuktikan bahwa menulis itu sarana aktualisasi diri, jika mampu membuat artikel bahkan mencetak buku akan menambah keyakinan bahwa mereka adalah bagian dari sejarah, bagian penggerak literasi yang ingin menyadarkan siapapun akan manfaat menulis bagi kehidupan terutama untuk mencerdaskan bangsa. Guru yang menulis berarti sedang membuka pintu kolaborasi, karena bukan tidak mungkin dengan curhatan, cerita, dan pengalaman yang dia bagikan melalui tulisan akan mampu menggerakkan pembaca untuk melakukan hal yang sama, bahkan berkolaborasi dengan penulis dan guru yang menulis adalah guru yang tidak ingin menjadi guru yang biasa-biasa saja, bisa memberikan hal lebih karena sadar guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dan menjadi pahlawan tidak bisa hanya berbuat yang biasa-biasa saja.
***