Dengan bermodal pengalaman menulis buku untuk tantangan menghasilkan karya dalam waktu 1 bulan dan mendapat undangan sebagai penulis mengunjungi Tokyo-Jepang, saya mencoba untuk menyebarkan berita baik dari pengalaman yang saya dapatkan . Sebagai seorang guru, saya memiliki keinginan agar membaca dan menulis menjadi bagian terpenting di sekolah. Saya memulai dengan memberi tugas menulis di kelas.
Kurangnya minat membaca dan menulis siswa, menjadi suatu hal serius yang perlu dipikirkan. Siswa di sekolah lebih suka menulis singkat seperti di chatt., daripada kalimat panjang menulis dengan baik dan benar.
Saya berpikir lagi. Tantangan yang ingin saya cari jawabannya adalah, “apakah ada cara menarik untuk meningkatkan mutu literasi siswa di sekolah?”, dan “apakah dengan menggerakkan literasi di sekolah minat membaca dan menulis siswa akan meningkat ?”.
Saya memulainya di kelas dengan membawa gambar, bertanya jawab dan bercerita tentang pengalaman menarik yang saya alami. Siswa mendengarkan dengan serius dan berantusias. Pada saat memperlihatkan buku karya pribadi dan buku-buku yang menarik dibaca, siswa senang sekali. Mereka juga merespon saat diperkenankan menceritakan keinginan masing-masing. Selanjutnya siswa diminta mencoba melakukan tantangan menulis dalam jangka waktu sebulan. Ternyata mereka mampu. Dari hasil tulisan saya dan siswa, kami mempunyai buku. Pengalam ini saya ceritakan pada Kepala Sekolah. Kami berdiskusi, dan sepakat membuat komunitas menulis di sekolah. Pesertanya adalah Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, siswa dan guru.
Kemudian kami membuat kegiatan belajar menulis bekerjasama dengan penggiat literasi di DKI. Kami mulai menulis karya yang termuat dalam 2 buku antologi.
Pada kegiatan berikutnya kami melakukan bedah buku, didukung oleh Gubernur DKI, Kepala Dinas, Kasudin, juga dari berbagai sekolah. Kami melakukan pemantapan menulis bersama ibu Ebah Suhaebah, ahli bahasa Indonesia Nasional sebagai narsum untuk membuat buku selanjutnya, sekaligus pemilihan penulis terbaik pada buku antologi yg sudah terbit .
Ternyata siswa malas menulis dan membaca karena tak membiasakan diri. Selain itu, lingkungan juga sangat mempengaruhi. Dengan berbagi & mengajak mereka berliterasi dengan cara menarik ternyata membuahkan hasil. Mereka sudah mencobanya, dan menghapus paradigma lama. Tak disangka Gerakan Literasi (Gerlis) yang digiatkan bersama telah membawa nama baik sekolah. Kini sekolah kami dikenal sebagai sekolah yang berhasil dalam berliterasi. Hal ini berimbas pada mutu sekolah yang semakin baik dan profesionalisme guru yang semakin meningkat.
Dengan adanya gerakkan literasi(Gerlis) sekolah, minat membaca dan menulis siswa meningkat. Ini terlihat dari bertambahnya permintaan menjadi peserta literasi yang siap membuat karya selanjutanya dengan tantangan berbeda.