Anindito Aditomo, kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), menjelaskan, salah satu urgensi RUU Sisdiknas ialah menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru. Nino, sapaan akrabnya, mengatakan hal tersebut saat menghadiri focus group discussion (FGD) RUU Sisdiknas yang diadakan oleh Yayasan Guru Belajar pada Jumat (16/09/2022).
FGD ini dihadiri oleh perwakilan sembilan organisasi profesi, yakni Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), Komunitas Pemimpin Belajar Nusantara (KPBN), Jaringan Sekolah Madrasah Belajar (JSMB), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), dan Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI).
Nino menerangkan, saat ini masih ada 1.6 juta guru yang harus antre bertahun-tahun untuk mendapatkan PPG. Sehingga Kemendikbudristek berusaha mencari solusi yang bisa terwujud melalui RUU Sisdiknas. Solusi tersebut, jelas Nino, salah satunya melalui kenaikan tunjangan fungsional guru yang diatur melalui UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU Ketenagakerjaan.
Guru yang berstatus ASN akan menerima tunjangan melalui peningkatan jabatan fungsional guru. Sedangkan guru non-ASN mendapat peningkatan pendapatan melalui alokasi dan kenaikan dana BOS. Peningkatan penghasilan guru harus masuk menjadi prioritas penggunaan dana BOS.
“Konsep tunjangan jabatan fungsional dan peningkatan dana BOS beda dengan TPG. TPG itu entitlement. Sekali dapat berhak dapat sampai pensiun. Kalau tunjangan jabatan fungsional ada ikatan kinerjanya,” kata juru bicara utama Kemendikbudristek untuk urusan RUU Sisdiknas itu.
Merespon penjelasan Nino, Sumarni, perwakilan PGSI, mengatakan muara kesejahteraan guru berasal dari 20% APBN. Namun selama ini anggaran tersebut tidak hanya digunakan oleh Kemendikbudristek melainkan juga kementerian lain.
“Kalau alokasi itu bisa difokuskan untuk Kemendikbudristek, maka kesejahteraan guru se-Indonesia ini akan terpenuhi. Hendaklah dari Kemendikbudristek itu mengusulkan untuk mengembalikan anggaran 20% APBN itu hanya untuk Kemendikbudristek,” kata Sumarni.
Selain itu, Ia juga merespon penghapusan TPG. “Secara umum kami mendukung dengan usulan perubahan yang diusulkan Kemendikbudristek. Namun jangan sampai perubahan tersebut menjerat kita. Untuk itu kami tidak setuju kalau TPG dihapuskan,” tegas Sumarni.
Ia mengusulkan, TPG bisa diubah kriteria penerimanya. Misalnya diberikan untuk guru yang telah melewati masa tugas sekian tahun.
Sedangkan Achmad Zuhri, perwakilan Pergunu, menyoroti UU yang akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Ia menjelaskan, guru ingin dianggap sebagai profesional atau spesialis. Apabila dikaitkan dengan UU Ketenagakerjaan, maka guru disamakan dengan buruh. Hal ini akan menimbulkan keributan, jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Nino menegaskan jika UU Ketenagakerjaan tidak spesifik hanya mengatur buruh, melainkan mengatur pekerja dan pemberi kerja. Sehingga ketika seseorang bekerja di luar lingkup pemerintahan akan diatur dan dilindungi hak-haknya melalui UU tersebut. (YMH)