Drama Queen, Strategi Pembelajaran Literasi Berbasis Proyek
AWAL
Mengajarkan bahasa Inggris kepada siswa sekolah dasar merupakan pengalaman yang menyenangkan sekaligus menantang mengingat bahasa Inggris bukan bahasa pertama kita. Terlebih kurikulum sekolah dasar yang menjadikan bahasa Inggris sebagai muatan lokal, bukan mata pelajaran utama. Saat saya mengajar ekstra bahasa Inggris di MI NU Banat Kudus, salah satu program akhir yang disyaratkan untuk kelas 5 adalah membuat sebuah proyek. Untuk proyek akhir tahun, para guru pengampu ekstra bersepakat membuat drama. Tujuannya adalah agar kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris lebih meningkat. Selain itu, program ini bertujuan agar dialog transaksional siswa lebih terasah, tidak kaku sebatas membaca teks yang ada namun harapannya lebih sesuai konteks situasi. Lebih lanjut, proyek drama ini diharapkan dapat membangun teamwork sehingga tercipta kerukunan antarsiswa. Siswa juga dapat belajar mengelola waktu agar proyek yang diberikan dapat selesai tepat pada waktunya namun mendapatkan hasil yang maksimal. Seiring berjalannya waktu, proyek siswa ini akhirnya saya namai “Drama Queen” karena saya melihat siswa saya setelah beberpa kali berlatih drama menjadi sangat mendalami karakter yang diperankan. Terkadang justru berlebihan dan keluar dari karakter asli siswa tersebut. Selain itu, kata “Queen” saya pilih karena siswa yang saya bombing semuanya berjenis kelamin perempuan.
TANTANGAN
Kegiatan ekstrakurikuler Bahasa Inggris hanya dilaksanakan seminggu sekali. Dengan durasi hanya 1 jam, membuat saya sebagai guru harus pandai memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa saya. Terlebih dengan jumlah siswa yang rata-rata lebih dari 30 dan semuanya perempuan. Seringkali saya harus mengulang apa yang saya sampaikan karena kendala mengontrol kelas besar yang tidak mudah. Tantangan terbesarnya adalah minat siswa terhadap Bahasa Inggris yang dianggap susah. Apalagi cara pengucapan yang berbeda dengan penulisan kata-kata berbahasa Inggris yang membuat siswa harus berpikir beberapa kali sebelum berbicara dalam Bahasa Inggris. Perasaan takut salah dan takut dibully oleh teman-teman membuat mereka terkadang sengaja memelankan suara saat saya minta membaca atau berbicara dalam Bahasa Inggris. Saat saya mengumumkan jika proyek akhir dari program ekstrakurikuler Bahasa Inggris adalah membuat drama, saya menerima respon beragam dari siswa. Beberapa siswa sangat antusias, bahkan bertanya apakah boleh membawa kostum dan perlengkapan pendukung lainnya. Namun tidak sedikit yang mengeluh bahwa membuat drama adalah hal yang sulit, padahal mereka belum mengerti benar apa itu drama. Bahkan ada beberapa siswa yang bertanya apakah boleh membuat drama dalam Bahasa Indonesia saja yang lebih mudah. Selain itu, membuat naskah drama yang seluruh pemainnya adalah perempuan merupakan tantangan tersendiri. Masalah tidak berhenti sampai di situ, para siswa bahkan berdebat dalam memilih anggota kelompok. Mereka berebut agar bisa satu kelompok dengan teman yang mereka sukai. Menggali potensi siswa dalam waktu singkat tentu bukan hal yang mudah. Saya harus mencari strategi yang efektif agar pembelajaran efisien.
AKSI
Sebelum memulai pembelajaran drama, saya terlebih dahulu menetapkan tujuan pembelajaran secara spesifik. Saya juga menganalisis profil siswa secara sederhana untuk memetakan mereka ke dalam kelompok agar nantinya tidak ada konflik antarsiswa. Selanjutnya, saya memikirkan langkah pembelajaran yang akan saya lakukan agar mudah dipahami siswa. Tidak lupa saya menyiapkan rubrik penilaian agar lebih mudah dalam menilai siswa yang banyak jumlahnya. Saya putuskan menilai mereka melalui 2 kategori yaitu penilaian kelompok dan penilaian individual. Setelah semuanya siap, saya demonstrasikan kepada siswa.
Saya mulai dengan menjelaskan tahapan belajar sesederhana mungkin agar mudah dipahami. Lalu saya membagi siswa menjadi 6 kelompok sesuai undian yang sudah saya buat sebelumnya agar tidak terjadi konflik. Begitu terbentuk kelompok, memang ada beberapa siswa yang tidak menerima komposisi anggota kelompoknya. Namun saya ingatkan kembali jika ini adalah solusi yang menurut saya cukup adil untuk semuanya. Setelah konflik mereda, saya mereka duduk berkelompok dengan anggota kelompok masing-masing. Bahkan ada siswa yang usul bagaimana jika masing-masing kelompok diberi nama, misal butterfly dan sebagainya. Saya menyetujui usulan tersebut.
Selesai dengan pembagian kelompok, saya mulai membuat kesepakatan tema dengan para siswa. Dari usulan para siswa, akhirnya tema mengerucut menjadi 2 yaitu tentang kegiatan di sekolah dan kegiatan sepulang sekolah. Mereka mulai antusias memikirkan ide cerita yang akan dibuat. Mereka meminta waktu agar bisa mencari referensi sebagai contoh dari internet. Saya sepakati dengan para siswa untuk memberi waktu 1 minggu. Pada pertemuan berikutnya, kami sepakati tiap kelompok setidaknya sudah menemukan referensi sebagai acuan naskah drama atau lebih bagus lagi jika sudah punya ceritanya. Selain itu, saya tekankan jika proses pertunjukan drama nanti akan saya videokan. Jadi saya meminta mereka untuk menyesuaikan cerita dengan latar tempat dan situasi di sekolah. Saya ingin mengembangkan kemampuan literasi mereka dengan mengamati kondisi sekitar yang kemudian akan dimasukkan ke dalam naskah drama yang mereka buat.
Beberapa siswa bahkan mempunyai usul jika mereka ingin membawa perlengkapan pendukung drama. Saya menyambut baik usulan ini yang tentu saja diamini oleh siswa yang lain.
Minggu berikutnya, saat ide naskah sudah jadi, saya memeriksa hasilnya. Ternyata cukup bagus untuk seusia siswa kelas 5 sekolah dasar. Walaupun saya sangat tahu kalau beberapa cerita ada yang mengadopsi dari internet ataupun dibantu oleh anggota keluarga saat proses pembuatannya, namun tetap saya apresiasi.
Saat proses koreksi naskah telah selesai, saya kembalikan kepada siswa agar bisa dipakai latihan. Saya meminta mereka membaca terlebih dahulu sepengetahuan mereka secara bergantian. Saya memantau dengan cara berkeliling dari kelompok satu ke kelompok lainnya, mengamati dan membetulkan jika ada pengucapan yang kurang tepat. Agak sulit memang membimbing mereka supaya bisa lancar berbicara bahasa Inggris dalam waktu singkat. Namun semangat mereka berusaha membaca membuat saya mau tidak mau harus ikut semangat.
Seminggu sebelum pertunjukan drama saya rekam, saya mengadakan undian kelompok siapa yang akan tampil minggu depan. Berikut saya catatkan apa saja yang harus disiapkan sebelum tampil. Kelompok yang belum tampil juga saya minta tetap kondusif agar tidak mengganggu teman yang sedang tampil. Sampai akhirnya semua kelompok tampil lalu kami melakukan refleksi kegiatan yang telah dilakukan.
Rubrik
Rubrik penilaian kelompok
No. | Kriteria Penilaian | 4 | 3 | 2 | 1 |
1 | Kekompakan anggota kelompok | ||||
2 | Ketepatan durasi | ||||
3 | Persiapan latar dan perlengkapan | ||||
4 | Naskah drama | ||||
5 | Kesesuaian peran dengan naskah drama |
Rubrik penilaian individu
No. | Kriteria Penilaian | 4 | 3 | 2 | 1 |
1 | Kostum | ||||
2 | Ketepatan pengucapan | ||||
3 | Pendalaman karakter | ||||
4 | Ekspresi | ||||
5 | Blocking |
Keterangan:
1 : Kurang
2 : Sedang
3 : Baik
4 : Baik Sekali
PERUBAHAN
Dengan mengadakan proyek drama, mau tidak mau kemampuan literasi siswa diasah. Mulai dari menggali ide sesuai tema, ditambah dengan mengamati kondisi sekitar sehingga sesuai dengan jalan cerita, sampai pada membaca dan mementaskan naskah drama buatan mereka sendiri. Selain itu, kerja sama dalam kelompok juga meningkat. Para siswa menyiapkan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan untuk mendukung cerita dalam drama. Lebih lanjut, kemampuan dialog transaksional siswa juga meningkat. Beberapa siswa berhasil mempertunjukkan drama tanpa membawa naskah. Mereka berusaha keras agar pelafalan, intonasi, gesture serta mimik wajah saling bersesuaian. Walaupun tidak saya pungkiri, tidak sedikit siswa yang lupa dialog sehingga akhirnya harus mengulang beberapa adegan yang membuat durasi tiap kelompok menjadi lebih lama. Namun hal yang terpenting adalah pengalaman belajar yang telah mereka tempuh menjadi lebih bermakna karena mereka saya libatkan dalam tiap prosesnya. Mulai dari menggali ide, membangun kesepakatan dengan anggota kelompok dan mempertunjukkan karya mereka sendiri.