Alih tangan kasus, karena dilarang tinggal kelas.
Saya mendapati beberapa siswa kehilangan orientasi dan berpikir untuk tidak bereaksi apa-apa mendapatkan ancaman tinggal kelas dari guru dan orang tuanya.
Saya mencari tahu mengapa bisa seperti itu dan kemudian melihat video di channel youtube parenting, katanya ada 2 tipe anak, yang keras, maka ketika mendapatkan ancaman dia akan memberontak, atau dendam, atau marah, ada pula yang lembek, yang akan merasakan minder, atau kehilangan percaya diri, atau hanya diam. Dan pada prinsipnya sama-sama merasa kesal. Karena tidak ada orang yang senang mendapatkan ancaman.
Bertepatan pada masa itu ada mahasiswa dari jurusan psikologi yang melakukan penelitian di sekolah. Saya berpikir akan lebih baik jika mahasiswa tersebut saya mintai tolong untuk melakukan konseling, dengan harapan jarak umur yang masih sama-sama kategori pra dewasa dapat membuat proses konseling menjadi lebih mudah mencapai tujuannya.
Sebagai awal, bersama mahasiswa tersebut saya melakukan diagnosis terhadap siswa, cukup 2 kategori saja, yang kehadirannya mencapai 50% dan yang kurang dari itu. Yang banyak diam, dan yang banyak bicara. Kemudian suka jajan di kantin dan tidak suka jajan di kantin, uang jajan di atas 20 ribu dan di bawahnya. Bawa kendaraan dan tidak bawa kendaraan.
Setelah itu kami membuat sesi konseling, saya mengamati dari jauh. Tidak butuh waktu lama mereka terlihat akrab satu sama lain, artinya terjalin hubungan pikiran yang baik diantara mereka.
Awalnya seperti saling menjaga jarak, kemudian tertawa-tawa, lama seperti itu, lalu siswa tampak menyimak, kemudian siswa bergantian berbicara, mahasiswa psikologi tampak serius menyimak, kemudian terlihat tersenyum mengangguk-angguk, sedikit memberikan komentar, siswa tersenyum mengangguk juga, kemudian siswa seperti menyampaikan kesimpulan lalu mereka tampak mencapai kesepakatan.
Setelah selesai, di ruang BK mahasiswa psikologi tampak membuat beberapa catatan-catatan di lembaran wawancaranya, kemudian menyampaikan bahwa sebagai tindak lanjut dia menyarankan saya untuk sering mengajak siswa tersebut berbicara tentang hal selain sekolahnya, kemudian membiarkan siswa menyampaikan apa saja terkait apa saja. Lebih lanjut dia meminta saya mengamati apakah ada perubahan pada proses belajar siswa setelah konseling tadi.
Beberapa hari berlalu saya menanyakan perihal perbaikan nilai siswa kepada guru terkait, katanya siswa tersebut sudah datang dan meminta tugas untuk perbaikan nilainya.
Saya menyampaikan perkembangan tersebut kepada mahasiswa psikologi dan dia meminta saya untuk membuat percakapan dengan siswa tersebut.
Alhasil, meskipun rasa kesal siswa terhadap gurunya masih ada, tetapi yang sebelumnya merespon acuh terhadap ancaman tinggal kelas, kini menjadi aksi mengumpulkan berbagai sumber untuk menyelesaikan perbaikan nilai yang disyaratkan oleh gurunya. Mungkinkah? Dengan kolaborasi terbukti dapat terjadi.