Dari Komik Hingga Flashmob, Guru Ini Buat Pembelajaran Jadi Menyenangkan

Bagi sebagian guru, cukup sulit menciptakan strategi pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna untuk murid. Termasuk bagi guru SMP dan SMA. Simak cerita Khodijah, guru SMP Negeri 4 Depok, dan Syafi’ Maulida, guru SMA Negeri 2 Pare Kediri.

Keduanya berbagi berbagi inspirasi mengajar di Temu Pendidik Nusantara 9 (TPN 9) pada Senin (3/10/2022) secara daring.

Mengulas Buku dengan Komik

Khodijah mengungkapkan, pandemi membuat kemampuan literasi muridnya berkurang cukup signifikan. Oleh karenanya dia mulai berpikir mencari solusi agar kondisi itu tidak semakin memburuk.

Sempat terpikir mendorong murid-muridnya membuat ulasan buku. Tapi dalam mindset murid, mengulas buku adalah hal yang menjemukan karena harus membuat narasi panjang. Khodijah takut pembelajaran jadi tidak bermakna jika muridnya tidak belajar dengan rasa senang.

“Akhirnya saya tanyakan ke anak-anak, bagaimana kalau komik? Ide itu terpikir karena saya melihat mereka suka komik. Bagi mereka komik terlihat fun,” jelasnya.

Murid-muridnya sepakat untuk membuat ulasan buku dengan komik. Lalu Khodijah mendorong mereka memanfaatkan berbagai situs web yang ada, seperti Comic Lite dan Canva. Bahkan dia mengadakan pelatihan khusus membuat komik.

“Peningkatan literasinya tinggi setelah saya gunakan strategi ini. Untuk kelas 7 meningkat 11,56%, lalu kelas 8 sekitar 28%, dan tertinggi ada di kelas 9 yaitu meningkat 64.46%,” ungkap Khodijah.

Khodijah menegaskan, meningkatkan kemampuan literasi murid tidak harus selalu menulis dan membaca buku tapi juga bisa melalui pembuatan komik. Jiwa kreatif murid juga bisa terstimulasi.

Ajak Murid Kampanye Anti-Bullying dan Wellbeing dengan Flashmob

Sedangkan Syafi’ Maulida, merancang strategi pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan flashmob. Tujuan besarnya adalah mendorong murid memberikan solusi atas maraknya kasus bullying remaja.

Pembelajaran ini dilakukan setidaknya dengan tiga tahapan. Tahap pertama, Syafi’ mengajak murid untuk memahami konsep bullying melalui analisis artikel. Tahap selanjutnya, murid menganalisis kejadian bullying di sekitarnya.

“Ini adalah tahapan kontekstualisasi. Pada tahapan ini murid diajak memahami kejadian yang ada di sekitarnya, termasuk dirinya sendiri. Bagaimana mereka mencintai dirinya sendiri dengan lebih baik, agar mereka juga bisa mencintai teman-temannya. Lalu apakah saya adalah korban bullying? Sehingga yang tercipta adalah ekosistem sekolah yang baik,” jelasnya.

Selanjutnya adalah tahapan aktualisasi. Tahapan ketiga ini, murid bersama teman sekelasnya membuat gerakan flashmob. Lagu-lagu yang digunakan harus mengandung kata-kata yang sesuai dengan kampanye, seperti tentang self-loving atau anti bullying.

Secara rutin, Syafi’ bersama guru koordinator lainnya mengadakan refleksi setiap minggunya. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran tetap bisa mengarah ke tujuan awal. Serta apakah strategi ini bisa bermakna untuk murid.

“Hasil refleksi menunjukkan, murid antusias pada pembelajaran ini. Dan yang paling penting, setiap murid senang dan mampu berkontribusi pada proyek kampanye anti bullying dan wellbeing ini,” pungkas Syafi’.

(YMH)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top