Coaching Untuk Memberdayakan

Saya tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan. Namun jalan hidup saya membuat saya terjun di dunia pendidikan. Dunia yang tidak pernah saya bayangkan untuk berkecimpung di dalamnya. Sehingga saya merasa perlu mencari sumber belajar yang cukup untuk bisa berperan lebih jauh. Dalam perjalanan belajar untuk mengajar ini saya banyak belajar dari rekan-rekan KGBN.

Hingga pada sebuah kesempatan saya mendapat rizki belajar teknik fasilitasi dengan metode learning by doing melalui pendanaan sebuah lembaga dari luar negeri. Dalam perjalanan belajar ini, selain mempelajari pedagogi dalam fasilitasi learning experience, kami diperkenalkan tentang coaching dalam pendidikan. Kami belajar melakukan percakapan coaching untuk guru bahkan untuk murid.

Setelah mendapatkan materi tentang coaching dan mempraktekannya, saya melihat dan merasa bahwa keterampilan guru dalam mengajar akan lebih baik. Yang saya rasakan adalah dengan keterampilan coaching maka guru dapat membuat murid memiliki motivasi belajar yang lebih besar dan mandiri dalam belajar. Beberapa praktek rekan guru yang telah melakukan percakapan coaching dengan murid membuat murid lebih mandiri dan melakukan percepatan untuk belajar dengan dorongan dari diri murid itu sendiri.

Dengan manfaat dari coaching yang pernah saya lihat sendiri, saya ingin semakin banyak pemimpin sekolah dan pendidik yang mengenal coaching dan menerapkannya di sekolah. Dengan kemampuan coaching pemimpin sekolah akan lebih mangkus dalam memimpin komunitas belajar di sekolah. Dengan kompetensi coaching bapak ibu guru akan dapat membuat murid-murid lebih merdeka belajar. Apalagi dengan digalakkannya project based learning dalam pembelajaran, maka kompetensi coaching akan sangat membantu guru dalam merancang pembelajaran.

Mendengar kata coaching, beragam pemahaman awam tentang coaching. Sebagian orang memahami bahwa seorang coach akan memberi saran tentang sebuah topik. Sebagian lagi beranggapan bahwa tugas seorang coach adalah memberi motivasi. Wajar saja ini terjadi, karena analogi peran seorang coach dalam olah raga sebagai pelatih. Faktor lain adalah karena banyaknya trainer maupun motivator yang menyebut dirinya sebagai seorang coach. Miskonsepsi tentang coaching dan peran coach masih banyak terjadi.

Sementara coaching dalam dunia korporasi maupun pendidikan lebih mengacu pada definisi coaching menurut International Coaching Federation (ICF). Definisi coaching menurut ICF adalah coaching sebagai bentuk kemitraan dengan klien dalam proses kreatif yang memprovokasi pemikiran dalam menginspirasi mereka untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional mereka. Kita juga bisa mengutip pernyataan dari Sir John Whitmore seorang pionir dalam business coach. Beliau menyatakan “coaching membuka kunci potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerja seseorang. Ini membantu mereka untuk belajar alih-alih mengajar (memberi saran kepada) mereka.” Dari dua pernyataan tadi menunjukkan bahwa peran seorang coach adalah memaksimalkan potensi seseorang melalui proses pemikiran yang memprovokasi pemikiran. Bukan dengan memberi saran atau masukan bagi klien. Namun dilakukan dengan percakapan yang menggugah klien. Meskipun sama-sama mengoptimalkan potensi seseorang, namun sangat berbeda dari peran seorang pelatih bukan?

Selain miskonsepsi pemahaman tentang coaching, tantangan lain adalah untuk menjadi seorang coach tersertifikasi membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Sebuah program sertifikasi coaching bisa jadi membutuhkan belasan juta rupiah sebagai investasi. Biaya yang besar karena peningkatan kebutuhan jasa seorang coach di korporasi, faktor lain adalah durasinya yang cukup panjang. Sebuah program sertifikasi coaching bisa membutuhkan 3 sampai 6 bulan. Kemudian kompetensi seorang coach profesional menjadikannya sebagai sebuah profesi dengan keahlian khusus.

Investasi yang besar menjadi tantangan yang cukup besar bagi pendidik bila ingin memiliki kompetensi sebagai coach profesional. Namun malah menjadi penyemangat bagi saya untuk menjadi coach profesional agar bisa berbagi kepada para pendidik. Saya memang telah mempelajari dasar-dasar teknik coaching yang bisa dipraktekkan di sekolah. Namun saya belum merasa afdhol bila berbagi hanya dengan ilmu dan keterampilan yang saya miliki saat itu. Berbekal tabungan, saya berhitung investasi dan dampaknya bila saya mengambil sertifikasi coaching. Setelah melalui pertimbangan yang matang dan tekad ingin berbagi, saya memutuskan mengambil sertifikasi sebagai coach profesional.

Dimulai pada bulan September 2020 perjalanan belajar saya jalani selama 6 bulan. Karena masih masa pandemi maka pelatihan saya ikuti secara daring sepenuhnya. Coaching adalah keterampilan yang membutuhkan praktek dalam pembelajaran, tak hanya dalam pelatihan, kami ditugaskan untuk mengatur sendiri jadwal latihan coaching di luar sesi pelatihan. Alhamdulillah pada April 2021 saya berhasil mendapatkan sertifikat sebagai seorang coach profesional.

Berbekal sertikat sebagai seorang coach, kepercayaan diri saya untuk berbagi ilmu tentang coaching meningkat. Saya mulai mempromosikan coaching di media sosial maupun teman-teman pendidik dan komunitas. Saya merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang coach profesional agar rekan-rekan mengetahui kompetensi coaching yang saya miliki. Dan Alhamdulillah saya mendapatkan kesempatan untuk mentransfer ilmu dan keterampilan coaching kepada 1 lembaga pelatihan metode baca Al-Qur’an dan sebuah sekolah di Sulsel.

Salah satu kesempatan terbaik yang saya dapat dan patut saya syukuri adalah kesempatan langka bertemu Pak Bukik di Jakarta. Saat saya sedang berada di Bekasi untuk mendampingi murid-murid mengikuti kompetisi robotika saya luangkan waktu untuk mencuri waktu beliau yang super sibuk. Perbincangan yang awalnya saya niatkan untuk temu kangen dan belajar melampaui harapan saya. Kampus Pemimpin Merdeka sedang merencanakan membuat modul coaching untuk karier.mu. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk menawarkan diri terlibat dalam penulisan modul. Saya berpikir, melalui pembelajaran asinkron, akan semakin banyak pendidik yang akan mengenal coaching.

Dalam perjalanan transfer ilmu coaching, saya dan kolega mendapat kesempatan untuk melatih baik manajemen maupun guru di beberapa sekolah. Kemudian saya juga mendapatkan kesempatan terlibat dalam pelatihan modul coaching di beberapa kelas calon pengajar praktik dari program guru penggerak, 1 kelas bimtek fasilitator sekolah penggerak, dan beberapa kelas untuk pengawas di program sekolah penggerak. Alhamdulillah semakin banyak pendidik, baik guru, pengawas, maupun praktisi pendidikan yang belajar keterampilan coaching.

Setelah memberikan beberapa kali pelatihan coaching, saya menemukan bahwa para peserta merasakan kompetensi coaching yang telah dipelajari dan dipraktekkan akan bermanfaat dalam tugas para peserta dalam ekosistem pendidikan. Baik itu peran pendidik sebagai guru, manajemen sekolah, maupun pengawas. Beberapa peserta bahkan tertarik untuk mempelajari lebih jauh tentang coaching. Dengan kesempatan memberikan pelatihan tentang coaching, saya juga mendapatkan peluang waktu untuk meluruskan miskonsepsi tentang coaching.

Bagi saya pribadi, kesempatan memberi pelatihan memberi banyak pengalaman berharga. Saya mendapat kesempatan untuk melakukan refleksi, sehingga saya dapat melakukan perbaikan berkelanjutan. Pengalaman berharga lain adalah kompetensi hadir utuh dan mendengarkan aktif semakin diasah.

Sebagai penutup saya meyakini dan selalu menekankan kepada para peserta pelatihan, bahwa kompetensi coaching di antaranya hadir sepenuhnya dan mendengarkan aktif akan sangat bermanfaat meskipun tidak dalam sesi coaching. Kompetensi coaching tersebut akan dapat bermanfaat di area lain dalam tugas sebagai pendidik. Dan melalui coaching, pendidik dapat membuat rekan, tim, dan komunitas belajar untuk lebih berdaya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top