Saya seorang guru Bhaasa Indonesia mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas XI. Pada pembelajaran teks prosedur , saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang apa tujuan teks prosedur. Saya terkejut banyak jawaban yang beragam seperti agar saya dapat membuat sesuatu, menggunakan alat, dan lainnya. Ada jug yang menjawab agar saya dapat menjadi koki terbaik. Jawaban-jawaban ini dicatat dan disepakati sebagai tujuan bersama. Saya melanjutkan diskusi dengan membahas rubrik penilaian untuk mencapai tujuan.
Selama ini pemahaman peserta didiik terhadap teks prosedur hanya semata sebuah teks yang mengikuti cara-caara pembuatan atau menggunakan alat. Saya memberikan pertanyaan yang menantang untuk dipraktikkan. Hal pertama saya memancing emosi siswa, apakah jiwa mereka memberontak atau tidak. Pertanyaan saya adalah apakah Anda merasa dibanding-bandingkan oleh orang tua, teman, ataupun guru? jawaban dari perserta didik sangat polos sesuai dengan pengalaman yang terjadi pada mereka masing-masing. Kemudian pertanyaan ke dua adalah apakah yang anda rasakan dan bagaimana cara menghadapinya? jawabanpun beragam yang terucap dan terukir di wajah peserta didik. Rasa sakit atas perlakuan kedua orang tua, sahabat, ataupun guru terbenak dipikiran mereka.
Saya ingin peserta didik berdiskusi dan membuat kesepakatan bersama apa yang akan dilakukan. Saya memberikan nasihat dan hal uatama yang akan mereka lakukan adalah meminta maaf kepada orang tua. Sesuai kesepakatan praktik ini akan dilaksanakan di rumah secara langsung ataupun melalui rekaman telepon jika orang tua tidak tinggal serumah. Bukti praktiknya adalah sebuah rekaman suara. rekaman dari genggaman gawai akan diberikan dan dikirim melalui whatsapp ataupun dikirim melalui email.
Setelah melakukan tugas ini, saya kembali berdiskusi bersama peserta didik. Merefleksikan pengalaman dan apa saja hal yang telah dilakukan. Peserta didik bercerita pengalaman masing-masing. Sangat sulit bagi mereka untuk mengucapkan kata maaf atau meminta maaf secara langsung. Hal ini karena kurang terbiasa dan gengsi ataupun malu mengakui kesalahan. Kebiasaan yang hanya dipraktikkan setahun sekali ketika lebaran tiba. Hal ini sangat mengejutkan, selama ini antara Peserta didik dan orang tua menjaga jarak.
Praktik ini saya lakukan agar peserta didik paham bahwasanya praktik prosedur bukan hanya membuat atau menggunakan alata tetapi dapat dipraktikkan secara sederhana, namun memiliki makna. Hal ini dapat menyatukan antara anak dan orang tua. Membangun kembali rasa kasih sayang dan memberikan pelajaran bahwa meminta maaf dapat dilakukan saat diri dan hati melakukan kesalahan, baik secara sengaja ataupun tidak. Kata maaf bukan hanya terlintas pada sebuah kata melainkan permintaan maaf adalah pengakuan sebuah kesalahan, dan dapat menjadikan diri lebih baik lagi.