Bukik Setiawan: Belajar Dari Penggerak Sanggau Yang Mengubah Pendidikan

Pemerataan kualitas pendidikan masih menjadi masalah di Indonesia. Bukik Setiawan selaku ketua Yayasan Guru Belajar pada Rabu (8/6/2022), mengatakan, pemerataan pendidikan bisa dicapai dengan memberi dukungan ke penggerak di setiap daerah.

“Entah kita mau memulai perubahan dari murid, guru, orang tua, sekolah, yang penting kita bisa menemukan mereka yang bisa menjadi penggerak. Penggerak itu orang yang melakukan praktik baik pembelajaran karena kemauan diri sendiri, bukan karena iming-iming,” terang Bukik.

Penggerak tersebut nantinya perlu diperkuat kapasitasnya lalu diberi panggung untuk membagikan praktik baiknya. Dari para penggerak akan terbentuk komunitas yang melakukan kegiatan kecil namun berkala. Kegiatan kecil namun berkala akan lebih besar dampaknya dibandingkan kegiatan besar yang hanya dilakukan sekali, jelas Bukik.

Bukik menceritakan perjalanan Komunitas Guru Belajar (KGB) Kabupaten Sanggau yang bermula dari beberapa guru dan pemimpin penggerak merdeka belajar. Setelah rutin mengadakan kegiatan untuk saling berbagi praktik baik, komunitas tersebut mendapat atensi dan dukungan dari dinas pendidikan setempat,

“Dukungan itu bukan hanya soal anggaran. Sesederhana ketika ada guru-guru lain yang mengeluh ke dinas pendidikan, dinas pendidikan ini jawabnya ‘sana tanya ke Komunitas Guru Belajar Sanggau’. Dari pernyataan itu kan berarti dinas mengakui apa yang dilakukan komunitas ini layak untuk dipelajari,” tukas Bukik.

Kegiatan komunitas tersebut, ungkap Bukik, saat ini sudah semakin meluas, dari yang hanya dilakukan di satu kecamatan hingga saat ini ada di banyak kecamatan. Padahal penetrasi internet Kabupaten Sanggau hanya 50% yang artinya setengah dari warga kabupaten itu tidak terjangkau oleh koneksi internet.

Guru dan pemimpin penggerak berhasil membawa pendidik lain untuk mau belajar menerapkan pembelajaran merdeka belajar. Saat Kurikulum Merdeka diluncurkan dan menggunakan project-based learning (PjBL), guru di KGB Sanggau, jelas Bukik, sudah terbiasa dengan hal itu. Mereka menggunakan karya untuk menilai kemampuan murid.

Dengan kenyataan tersebut, Bukik menegaskan, sarana dan prasarana bukan menjadi hal utama dalam perubahan. “Kekuatan penggerak yang peduli, berdaya, kemudian mendapatkan dukungan dan kesempatan untuk membagikan praktik baik, bisa mendorong perubahan dari akar rumput. Tanpa harus menunggu kebijakan dari pusat,” imbuh Bukik. (YMH)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top