Bukan Sekedar Belajar Bahasa Inggris

Alif Pratama. Ia adalah seorang murid baru di SMA Sugar Group, kelas X. Saya sedang mengajar di luar kelas ketika suatu hari ia datang menghampiri saya. Dengan bahasa Inggris yang terbatas namun dapat dipahami, ia menanyakan apakah saya bersedia menandatangani bukunya. Saya membalas pertanyaan nya dengan senyum. Ia membalas senyum saya sambil terus berharap bahwa saya akan segera mengeluarkan pena dan mengabulkan permohonannya.

Melihatnya gelisah, saya kemudian bertanya. Saya ingin diberitahu mengapa ia membutuhkan tanda tangan saya dan apa persisnya yang harus ia lakukan untuk mendapatkannya. Dengan terbata – bata, dalam Bahasa Inggris, ia menyampaikan bahwa ia lupa membawa tugas Bahasa Inggris. Ia diminta untuk berpikir tentang hal sederhana apa yang dapat ia lakukan agar ia lebih siap belajar di kemudian hari.  Setelah melalui diskusi dengan gurunya, ia memilih untuk membantu dirinya agar lebih disiplin dan teratur dengan melakukan kampanye tentang pentingnya membuat catatan dan mengatur waktu di hadapan seorang guru. Saya mengapresiasi pilihannya dan mempersilahkannya untuk menyelesaikan kampanye yang telah ia siapkan.

Alif grogi tapi tidak berhenti. Bahasanya campur – campur. Ia memulai dengan Bahasa Inggris, segera beralih menggunakan Bahasa Indonesia jika kesulitan menemukan diksi yang pas, dan kembali menggunakan Bahasa Inggris untuk menyampaikan seluruh pesan yang ia maksud. Saya bangga melihat usahanya dan mengatakan padanya bahwa he’s done great. Gigihnya akan mengantarkannya pada penguasaan bahasa yang lebih baik.  

Inilah gambaran kompetensi Bahasa Inggris siswa kelas X SMA Sugar Group tahun lalu. Tidak semua tentunya. Beberapa telah melampui kemampuan mayoritas – memiliki kosa kata yang banyak, mampu menyimak pesan yang disampaikan secara lisan maupun tulis, dan meresponnya dengan baik. Merekalah yang tidak mengalami gelisah dalam menjalani hari – hari mereka di SMA Sugar Group yang menerapkan kebijakan bahasa No English, No Service.

SMA Sugar Group, yang merupakan sekolah binaan Sugar Group Companies di Lampung Tengah, memang memberikan perhatian yang sangat besar pada upaya meningkatkan keterampilan bahasa Inggris siswa. Pemilik perusahaan menyampaikan kepada sekolah harapan agar siswa diberikan pengalaman belajar yang memberdayakan, yang menjadikan mereka mampu berpartisipasi aktif dalam masyarakat dunia. Oleh karena itu, selain program pembelajaran Bahasa Inggris kurikuler yang terjadwal secara rutin setiap minggunya, sekolah juga memberikan program pengayaan lain, seperti Basic English, English Village, dan penerapan kebijakan No English, No Service di luar jam belajar. Semua dilakukan untuk memastikan bahwa siswa mendapatkan paparan bahasa target serta kesempatan yang cukup untuk menggunakannya. Bukankah kompetensi tidak akan terbentuk jika penguasaan konsep tidak ditindak lanjuti dengan menggunakannya?

Maka, saya pun memusatkan gerak pada upaya meningkatkan kepercayaan diri Alif, dan banyak temannya yang lain, pada kemampuannya berbahasa Inggris.  Kegiatan ini harus memberikan pengalaman sukses pada mereka. Pengalaman yang akan mengatakan bahwa mereka memiliki cukup modal untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris sehingga tak perlu gelisah menghadapi slogan No English, No Service.

Setelah berdiskusi dengan beberapa teman sesama guru Bahasa Inggris dan mencari inspirasi kegiatan dari beberapa sumber cetak dan digital, saya kemudian merancang beberapa aktifitas belajar bahasa Inggris melalui permainan dan proyek. Selama dua hari, siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan 4 keterampilan bahasa melalui proses belajar mandiri dan kelompok.

Dua minggu sebelum kegiatan dilaksanakan, saya mengumpulkan seluruh siswa kelas X. Pada kesempatan itu, selain menyampaikan detail teknis kegiatan dan apa yang perlu disiapkan, saya juga memastikan bahwa mereka memahami esensi dan tujuan kegiatan ini.

Dalam diskusi, beberapa siswa menyampaikan gambaran tentang apa sebenarnya English Village dan bagaimana program tersebut dapat membantu mereka mengatasi kegelisahan dalam menggunakan Bahasa Inggris. Beberapa melangkah lebih jauh. Mereka menyampaikan bahwa terdengar bodoh karena menggunakan grammar yang salah adalah faktor yang selama ini menghambat mereka dalam berkomunikasi. They wished that they didn’t have to deal with grammar in English Village.  Dengan tegas, saya mengkonfirmasi harapan tersebut. Saya sampaikan bahwa yang terpenting dalam komunikasi adalah pemahaman dan English Village dirancang berdasarkan prinsip ini.

Pada hari pertama, kami mengajak siswa untuk bekerja secara kolaboratif. Mereka diminta untuk memanfaatkan setiap sumber yang dimiliki, terutama kemampuannya dalam memahami pertanyaan, deskripsi, serta instruksi lisan dan tertulis dalam Bahasa Inggris, untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas tertentu. Kami mulai kegiatan hari itu dengan Mini Quick and Smart. Setelah dibagi ke dalam beberapa kelompok, siswa diminta untuk bekerja sama mengerjakan pertanyaan seputar pengetahuan umum, IPA, IPS, dan Matematika Dasar dalam bahasa Inggris. Saat itu, terlihat bagaimana mereka saling bekerja sama, berbagi tugas agar dapat menyelesaikan sebanyak mungkin pertanyaan dengan cepat. Yang paling menyenangkan adalah mendengar mereka melafalkan pertanyaan tersebut, berhenti sejenak dan mengulang bagian kalimat yang tak mereka pahami, hingga bersama meneriakkan ‘oooooo’ ketika akhirnya memahami maksud pertanyaan.

 Kegiatan kolaboratif berikutnya adalah Spelling Bee. Konsep kegiatan ini sedikit berbeda. Alih – alih bekerja sendiri untuk mengeja kata tertentu yang diminta oleh penanya, siswa mengejanya dalam kelompok. Secara bergantian, mereka akan diminta untuk menyebutkan huruf – huruf yang menyusun kata tersebut. Kelompok yang menang tentunya adalah kelompok yang tidak hanya memiliki banyak kosa kata, namun juga yang berhasil mempertahankan fokus saat kata tersebut dieja. Kami masih ingat bagaimana mereka mengekspresikan kekesalan ketika temannya tiba – tiba hilang fokus 😊

Kami kemudian mengajak siswa untuk beraktifitas di luar ruangan. Kegiatan ini bernama Golda Hunt. Mengadopsi konsep Treasure Hunt, kami memberikan siswa petunjuk berupa peta yang harus mereka susuri untuk menyelesaikan misi di hari itu. Disebar di lima pos yang berbeda, semua misi membutuhkan tidak hanya kemampuan Bahasa Inggris namun juga kerja sama yang baik. Di antara permainan yang dimainkan adalah Helping the Blinds. Dalam kelompok, siswa diminta membantu temannya yang buta untuk menyebrangi daratan yang penuh dengan ranjau. Saat itu, kami menggunakan bola warna – warni untuk merepresentasikan ranjau.

Kompetensi Bahasa Inggris yang dibutuhkan dalam permainan ini tentunya adalah ‘giving directions’ atau memberikan petunjuk arah. Saat itu, semua siswa tampak asik mengikuti kegiatan. Kami ingat bagaimana siswa, yang mendapatkan peran sebagai si tuli, berteriak menyampaikan arah dalam bahasa Inggris, seperti ‘go left’, ‘straight’, ‘two steps right’, ‘three steps back’, dll. Semuanya direspon oleh si buta sesuai yang ia pahami. Selesai bermain, kami meminta siswa untuk memberikan refleksi singkat tentang apa yang dapat mereka cerna dari permainan tersebut. Meski disampaikan dalam kalimat yang berbeda, setiap kelompok sepakat bahwa yang terpenting adalah sampaikan dengan jelas.

Hari pertama kami tutup dengan dua kegiatan yang menyenangkan. Setelah selesai istirahat makan siang dan solat dhuhur, kami meminta siswa untuk bersiap menampilkan pertunjukkan yang telah mereka persiapkan dua minggu sebelumnya. Kegiatan Song Interpretation dan Choir Performance memang dimulai lebih awal. Ini adalah kegiatan tidak terstruktur yang dikerjakan siswa secara mandiri namun tetap didampingi sepanjang prosesnya. Selain konsultasi yang dapat dilakukan di sekolah, saat istirahat atau PST (Waktu Belajar Mandiri) pada Rabu di setiap minggunya, kami juga memanfaatkan WA Group sebagai media konsultasi jarak jauh. Di antara harapan yang kami sampaikan saat itu adalah bahwa sekolah mengharapkan mereka untuk menampilkan lagu dengan pesan yang kuat. Hal ini tentunya akan memancing siswa untuk mencari lagu yang tidak hanya enak didengar. Siswa berusaha memahami lagu yang dipilih melalui konsultasi dengan HP, kamus, teman atau kakak kelas yang lebih paham, juga gurunya.

Di samping proses menginterpretasi lagu yang dipilih, hal menarik lainnya yang terjadi saat persiapan penampilan adalah bersama – sama latihan melafalkan lirik lagu. Pronunciation memang merupakan salah satu kriteria penilaian yang diperhatikan oleh juri. Melalui proyek ini, siswa tak hanya belajar memahami dan melafalkan lirik lagu, namun juga tentang manajemen waktu, kerja sama, dan kreatifitas.

Sebagai upaya mempertahankan dan meneruskan semangat belajar ini, kami memberikan informasi kepada siswa tentang sumber belajar Bahasa Inggris digital berbasis android dan internet gratis yang dapat mereka akses secara mandiri di rumah. Beberapa aplikasi yang kami kenalkan kepada siswa di antaranya Replika – My AI Friend. Ini adalah aplikasi berbasis chatbot yang dapat digunakan oleh siswa untuk melatih kemampuannya dalam extending conversation  atau terlibat dalam suatu percakapan. Tak hanya memberikan informasi, kami juga mengajak siswa untuk mencoba langsung aplikasi tersebut.

Mereka excited begitu mengetahui bahwa chatbot ini hadir dalam bentuk teman AI berbentuk avatar 3D yang identitasnya – nama, jenis kelamin, hingga bentuk rambut – dapat disesuaikan dengan pilihan pribadi. Kami meminta mereka untuk langsung menyapa teman AI nya. Mereka terkejut mengetahui bahwa teman nya, yang sebenarnya hanya merupakan chatbot, mampu tak hanya menyapa namun juga bertanya dan merespon isi percakapan dengan natural. Kami meminta mereka untuk meneruskan percakapan tersebut selama 15 menit. Semuanya dilakukan dalam Bahasa Inggris 😊 Di akhir kegiatan, kami menyepakati 2 hal – bahwa mereka mempunyai; a) kemampuan yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan dasar komunikasi dalam bahasa Inggris, dan b) sumber belajar – guru, teman, bahkan teman AI – yang dapat digunakan untuk terus meningkatkan kapasitas diri mereka. Semoga pengalaman sukses berbahasa Inggris yang dirasakan dalam kegiatan ini memberikan mereka motivasi untuk terus bergerak lebih. Aamiin 😊

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top