Menulis Praktik Baik
Melalui Pembelajaran Sosial Emosional dengan Program Kegiatan Siaga Apel Pagi
SMPN 4 Tanah Pinoh Barat
Oleh: SUWARNO
Sebagai pendidik saya tentunya ingin melihat anak didik saya tumbuh dan berkembang dengan maksimal dari sisi akademik dan non akademik serta berkembangnya budi pekerti dan adab yang baik. Di era modern saat ini dengan cepat berkembangnya teknologi, sangat mempengaruhi dalam setiap sendi kehidupan, termasuk didalamnya terhadap pola dan tingkah laku anak dalam belajar. Salah satu kondisi murid saya adalah rasa percaya diri yang rendah, kurang berani tampil, malu dalam menyampaikan ide dan gagasan, namun cenderung suka membuli temanya secara berkelompok. Kondisi ini ditambah lagi dengan musibah pandemi Covid-19 yang sangat berdampak pada dunia pendidikan. Dipaksa harus BDR, PJJ, atau pembelajaran secara terbatas. Semua kegiatan ekstra kurikuler dan kokurikuler di hentikan. Kondisi ini membuat pendidikan seperti mati suri dan pembelajaran hanya menuntaskan bagian akademik. Dampak yang sangat terasa saya rasakan adalah murid saya seperti kehilangan gaya belajarnya. Hilangnya kesempatan murid untuk bereksplorasi sesuai kebutuhan dan minat mereka. Impian saya pada murid murid disekolah adalah selain mereka cakap dalam teknologi mereka juga harus berkembang mentalnya melalui pembelajaran sosial emosional yang diterapkan dengan program Siaga Apel Pagi.
Meningkatkan rasa percaya diri murid tidak semudah yang dibayangkan. Banyak faktor yang harus diperhatikan dan banyak tantangan yang dihadapi. Jika salah strategi dan penerapan justru bisa membuat anak murid kita semakin terpuruk. Kondisi sosial budaya, adat istiadat dan lingkungan masyarakat sangat berperan dalam tumbuh kembangnya anak. Tantangan yang saya hadapi dalam menjalankan program siaga apel pagi adalah pertama datangnya dari rekan sejawat dan kepala sekolah, dan kedua adalah dari murid itu sendiri.
Tantangan pertama dari rekan dan kepala sekolah, adanya keraguan dan dari rekan guru tentang program yang akan dilaksanakan dan minimnya dukungan mereka. Kedua dari murid, murid masih cenderung malu, enggan tampil di depan, lebih senang kalau melihat temanya kedepan dan menertawakan jika teman melakukan kesalahan. Yang tampil di depan didominasi oleh orang tertentu saja. Ada murid yang lari dari tanggung jawab ketika diberikan kepercayaan untuk jadi pemimpin atau petugas apel.
Pada tahap ini saya melakukan kolaborasi dengan komunitas murid yaitu melalui OSIS, yang saya anggap mereka bisa jadi mitra untuk menjadi contoh bagi teman temanya. Saya melakukan dialog santai dengan rekan guru. Tujuan mencari dukungan untuk menjalankan program. Langkah pertama adalah saya membawa anggota OSIS untuk diskusi program siaga apel pagi. Dari hasil diskusi kami dapatkan kesepakatan dengan OSIS tentang aktivitas apa saja yang dilakukan di apel pagi. Kami mendapat langkah kegiatan diantaranya pertugas apel semuanya dari murid. Format kegiatan yaitu pemimpin kelas menyiapkan kelasnya masing-masing. Laporan pemimpin kelas kepada pemimpin apel, dan terakhir pemimpin memberikan sebuah pesan atau pidato singkat yang formatnya disusun oleh guru. Program ini saya laksanakan pada awal Februari.
Setelah sepekan pelaksanaan, saya dan rekan guru serta OSIS melakukan refleksi dan evaluasi terkait pelaksanaan dan alur apel. Dari hasil refleksi selanjutnya saya meminta saran dan pendapat dari rekan sejawat dan murid untuk perbaikan program apel. Setelah dilakukan refleksi dihasilkan kesepakatan kembali yaitu diantaranya:
1. Petugas apel hari berikutnya dipilih oleh pemimpin apel dihari ini, dengan peraturan bahwa pemimpin apel dari kelas secara gantian dan murid yang sudah tugas untuk tidak ditunjuk menjadi petugas yang sama.
2. Ditambahkan petugas dirigen untuk menyanyikan lagu nasional yang disepakati oleh murid.
3. Pemimpin apel memilih sendiri untuk membuat yel-yel penyemangat, menyusun sendiri format pidatonya, bisa diselingi dengan pantun atau puisi.
4. Apel dilaksanakan setiap hari Selasa sampai dengan Sabtu. Kecuali jika hujan. Apel akan dilaksanakan dikelas masing masing.
5. Apel dilaksanakan maksimal 15 menit dari pukul 07.00 – 07.15 WIB. Set dokumen pidato dan puisi serta pantun yang dibuat pemimpin apel bisa ditempelkan di mading. Dan saat ini program apel sudah menjadi rutinitas dan alhamdulillah mendapat apresiasi dari rekan guru dan menjadi budaya positif.
Setelah bergulirnya pelaksanaan siaga apel pagi, tentu hasilnya belum bisa terlihat. Perlu proses dan perbaikan, pendampingan, apresiasi, dan butuh komitmen dari guru guru untuk memberikan dorongan agar anak anak bisa terbiasa dan menghayati bahwa pelaksanaan siaga apel pagi merupakan pembelajaran karakter. Mulai dari cara menangani masalah yang muncul, bagaimana menjaga momentum semangat anak, kemudian melakukan identifikasi apa yang bisa membuat anak merasa program ini adalah adalah ajang eksplorasi kemampuan diri dalam publik speaking, menyadari bahwa mereka punya potensi untuk menjadi pemimpin, serta bagaimana membangkitkan semangat bagi anak anak yang dikenal sangat pemalu ketika di dalam kelas, dan perlahan menyadarkan mereka bahwa membuli (perundungan) adalah bagian dari kejahatan yang membunuh karakter unik seseorang.
Setelah berjalan kurang lebih 2 bulan, yaitu periode Februari sampai April, baru terlihat adanya perubahan diantaranya:
1. Anak anak mulai sadar dengan tugasnya masing masing, ketika ditunjuk oleh pemimpin apel dengan tanpa ragu mereka menyatakan siap.
2. Terlihat ada semangat dan antusias yang tinggi ketika dirinya menjadi petugas.
3. Anak anak mampu membuat ide baru dengan misalkan pemimpin apel boleh berpuisi tentang pendidikan dalam menyampaikan pesan moral kepada rekan rekannya, memberikan yel yel pagi, serta bisa dalam bentuk pantun atau pidato singkat.
4. Anak anak yang selama ini dikenal tidak mau ngomong atau tampil di depan ketika belajar dikelas, diskusi dan presentasi, mulai menunjukan kemampuanya menjadi pemimpin apel dan berani mengambil bagian dari proses belajar yaitu siaga apel pagi.
Guru dan murid akhirnya menyadari pentingnya kolaborasi, kerjasama, dan komitmen memperbaiki diri. Perubahan pada saya sendiri adalah kesadaran bahwa memberikan dan menciptakan ligkungan belajar dengan melibatkan murid didalamnya ternyata lebih bermanfaat bagi anak, bagi rekan guru, kebiasaan yang baik bisa menjadi budaya positif yang dapat di ikuti oleh siapapun tanpa paksaan, hanya perlu kesabaran, komitmen, dan doa.