Budaya Lokal Jadi Budaya Sekolah
Resmi, S.Pd
(SMPIT Al Hikmah Pangkajene)
Saya melihat kondisi murid saat berkomunikasi dengan sesama murid ataupun di luar lingkungan sekolah tidak lagi menghiraukan norma-norma kesopanan baik dalam berbicara maupun dalam bergaul, saling menghargai dalam pergaulan sudah mulai tidak dihiraukan, baik dalam berbicara dengan yang lebih tua ataupun dengan sesama teman. Perkataan murid sudah tidak mencerminkan kesopanan. Namun kondisi tersebut saya tidak mendiagnosa bahwa sepenuhnya kesalahan dari murid, maka saya menganalisa bahwa sebab kurangnya pemahaman murid tentang adab bergaul dalam budaya lokal, lingukungan bergaul dengan teman, masyarakat tidak memberi contoh serta terbiasa melakukan kebiasaan tidak sopan baik dalam berkata ataupun berperilkau. Sebab lain adalah sebagian guru cenderung mengabaikan hal tersebut menganggap budaya berkata sesama yang kurang sopan tersebut adalah bahasa keakraban dan kedekatan, sehingga guru cenderung mengabaikan tanpa teguran, peringatan kepada murid, serta dalam pembelajaran tidak diajarkan secara terstruktur. Padahal guru terkadang mengeluhkan cara berkomunikasi murid terhadap guru yang kurang sopan. Semua guru berharap dan senang kepada murid yang berbicara sopan kepada gurunya baik saat proses belajar mengajar ataupun disaat berkomunikasi dengan murid.
Dari diagnosis tersebut, selanjutnya saya melakukan pemetaan murid. Saya melakukan wawancara kepada guru karakter, Apakah ada hasil observasi tentang perilaku murid? kemudian guru karakter memberi hasil data observasinya yakni murid terbiasa berkata dan berperilaku kurang sopan dalam bergaul yakni 56% kesemua kalangan, 23% yang hanya pada sesama murid berbicara dan berperilaku kurang sopan, dan 21% yang sudah mampu menjaga perilaku dan berkata sopan.
Dari analisa di atas menjadi alasan saya untuk menyusun ide, menjadi solusi pada persoalan perilaku dan berkata sopan dalam budaya lokal kabupaten Pangkep. Yakni menjadikan Guru, tenaga pendidik di sekolah sebagai teladan dalam penerapan perilaku dan berkata sopan, sehingga murid bisa paham dan mampu membiasakan berkata dan berperilaku sopan dengan orang yang berusia lebih tua ataupun sesama murid di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat.
Selanjutnya, saya mengambil langkah, yakni memadukan kurikulum pembelajaran karakter yang sudah berjalan di sekolah yaitu penerapan Modul Inodnesia Hartigae Foundation dengan sembilan pilar karakter yakni pemberian informasi setiap hari dengan durasi 15 menit selama 4 hari, dan pemberian angket kepada orangtua murid terkait kemunculan pilar yang diajarakan di rumah, kemudian memberi penguatan karakter kesopanan dengan budaya lokal yang ada di kabupaten pangkep yakni berbicara dan berperilaku sopan.
Saya lalu menyampaikan kepada guru karakter dan waka kurikulum terkait penerapan karakter kesopanan dengan budaya lokal dan mensosilisasikan kepada semua elemen sekolah pendidik, tenaga pendidik bahkan cleaning service pun disampaikan bahwa penerapan karakter kesopanan dengan budaya lokal dengan menjadikan semua SDM yang ada di sekolah adalah guru karakter yang mencerminkan, mencontohkan serta melakukan pengawasan terhadap murid saat mereka berkata sesama murid masih kurang sopan atau sudah berupaya berkata lebih baik. Sosialisasi dilakukan ketika rapat evaluasi proses pembelajaran, saya mempresentasikan program tersebut efektif untuk diterapkan sebagai solusi terhadap perilaku dan berkata yang kurang sopan bagi murid.
Setelah dilakukan sosialisasi yang dipanduh oleh guru karakter di sekolah selanjutnya guru karakter memberikan pengajaran atau informasi terkait berkata yang baik dan sopan kepada murid, contoh “Iye” dalam menjawab panggilan, atau mengiyakan bukan “iyo, kita” dalam berkata menunjuk (bukan kau/kamu), dan lainnya, serta dalam berperilaku berkata “permisi” (bukan langsung melakukan sesuatu atau bertindak), atau dalam bahasa lokal saya di kabupaten Pangkep “Tabe” baru kemudian melewati atau melakukan tindakan terhadap seseorang.
Pemberian informasi tersebut berlangsung selama dua pekan dengan durasi waktu 15 menit setiap hari selama 4 hari di tiap kelas, dari pemberian informasi tersebut murid dijadikan sebagai duta sopan dalam melakukan pengawasan dan pemberi peringatan terhadap teman yang sering berkata dan berperilaku kurang sopan.
Orangtua juga saya libatkan dalam pengawasan penerapan karakter kesopanan dalam berkata dan berperilaku sesuai budaya lokal, dengan memberikan angket sebagai instrument untuk mengetahui murid mana yang sudah mulai muncul karakter tersebut dan yang belum. Hal ini dilakukan untuk menjadi bahan evalusi saya dan tim dalam memberi tindakan terkait karakter tersebut, apakah masih perlu dalam pemberian informasi atau murid tersebut masih butuh waktu dalam pembiasan dan penerapan karakter tersebut.
Cara menyampaikan kepada orangtua terkait pembelajaran karakter murid di sekolah, dilakukan pada tes seleksi murid baru. Saya melakukan wawancara kepada orangtua murid terkait pembelajaran karakter dengan menyampaikan bahwa setiap akhir bulan atau selesai satu pilar pembelajaran karakter, orangtua diminta untuk mengisi angket kemunculan karakter murid di rumah, dan angket tersebut diisi dengan jujur sesuai kondisi murid di rumah. Hal ini dilakukan karena rujukan sekolah dalam melakukan langkah atau eksperimen berikutnya terhadap murid yang bersangkutan.
Dari langkah-langkah tersebut harapanya bisa berulang setiap tahunnya, saat mereka naik ke jenjang kelas yang lebih tinggi. Dengan harapan murid tersebut saat keluar dari sekolah, karakter tersebut sudah melekat pada diri murid, tidak hanya sebatas dalam konsep pemahaman saja namun melekat pada murid, serta mampu menjadi contoh di lingkungan yang lebih luas.
Dari hasil wawancara saya dengan wali kelas dan orang tua murid, saya mendapati testimoni dari orangtua murid.
“Alhamdulillah anak saya sudah mulai menegur kami dirumah saat berbicara kurang baik.”
Adil Jaffar mengatakan kata itu tidak sopan.
“Anak saya sudah tidak berteriak-teriak saat dipanggil dan disuruh”.
Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari oleh guru, tenaga pendidik menjadi teladan, pengawasan dan pemberi peringatan terkait perilaku dan perkataan yang sopan. Hasilnya adalah diawal pemberlakuan masih diangka 64% murid sudah mampu menerapkan berkata dan berperilaku baik dan sopan ke semua kalangan, meski capaian tersebut masih rendah. Maka di sekolah, saya masi terus menerapkan, pemberian informasi berulang, pengawasan secara terus menerus, dan contoh yang diberikan guru serta pelibatan orang tua murid di rumah terkait karakter tersebut maka diperiode kedua murid dalam berkata dan berperilaku baik dan sopan sudah mencapai 93% murid yang mampu menerapkan karakter tersebut.
Angka itu belumlah memuaskan saya, hingga mencapai angka 100%. Maka langkah selanjutnya adalah penguatan terhadap pemberian informasi dari sekolah dan orangtua agar bisa sampai angka 100%. Selain itu saya menyusun satu program kerja sama dengan perguruan tinggi dalam penerapan permainan tradisional untuk menekan bullying dan penguatan karakter keseponan tersebut.