Transformasi digital berlangsung lebih cepat sejak masa pandemi. Menurut data Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo), setidaknya 200 juta masyarakat telah menjadi pengguna internet dalam kesehariannya. Semua bidang terdampak, termasuk dunia pendidikan. Memberikan beragam keuntungan pun tantangan bagi para pendidik, baik guru maupun dosen.
Ilona Christina Kakerissa selaku Koordinator Pengembangan Program Yayasan Guru Belajar mengatakan, teknologi memang tidak akan menggantikan profesi guru namun pendidik yang tidak fasih dengan teknologi akan tergantikan dengan mereka yang mampu memanfaatkannya dengan baik.
Ilona mengungkapkan terdapat model jaringan karya Ruben Puentedura yang mengkategorikan empat derajat integrasi teknologi dalam pembelajaran. Kategori tersebut yakni substitution, augmentation, modification, dan redefinition.
“Model ini bisa kita gunakan untuk evaluasi. Sudah sampai mana kita memanfaatkan dan mengintegrasikan teknologi untuk pembelajaran? Masih tahapan peningkatan atau sudah transformasi?,” kata Ilona dalam keterangannya (20/03/2022).
Ilona menjelaskan teknologi hanya menjadi substitution atau pengganti apabila hanya memindahkan soal yang dulunya ada di dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) ke dalam komputer. Sedangkan pada tahapan augmentation, terdapat sedikit perubahan pengalaman murid ketika belajar. Misalnya mengerjakan soal dengan menggunakan google form atau kahoot, yang mana setelahnya mereka bisa langsung mendapatkan umpan balik guru.
Pada level modification, perubahan desain pembelajaran karena adanya teknologi terasa lebih aktual dan signifikan. Pendidik harus mampu mendorong murid agar tugas pembelajarannya tidak hanya bertujuan mendapatkan nilai namun juga berguna untuk orang banyak. Sebagai contoh, membuat konten di media sosial yang bisa dimanfaatkan oleh banyak orang.
“Kalau sudah pada tahapan redefinition, kita memberikan tugas pada murid atau mahasiswa tidak hanya agar mereka membuat konten untuk dinikmati banyak orang. Tapi bagaimana mereka bisa menciptakan inovasi yang baru dengan memanfaatkan teknologi yang ada,” jelas Ilona.
Lebih lanjut Ilona mengungkapkan, selama ini pendidik di Indonesia masih terjebak pada tahapan substitution. Sehingga penggunaan teknologi tidak membantu untuk keluar dari krisis pembelajaran yang bahkan terjadi sebelum pandemi.. Menurut riset World Bank, kemampuan murid kita di Indonesia yang belajar hingga kelas 12 sebenarnya hanya setara dengan murid kelas 8.
“Teknologi kita sudah maju, ada VR, AR, AI, dan lainnya. Tapi kemajuan teknologi ini masih dibarengi dengan strategi pembelajaran (pedagogi) gaya lama. Misalnya, drilling soal dalam les online. Dunia industri membutuhkan angkatan kerja yang siap memecahkan persoalan nyata bukan soal di layar laptop” jelasnya.
Oleh karenanya, Ilona menegaskan, perlu ada irisan antara penguasaan konten, pemilihan strategi pembelajaran dan penggunaan teknologi yang sesuai untuk mendorong inovasi dan transformasi.
“Sebagai guru kita punya content knowledge, kita cari dulu teknologi apa yang mendukung untuk media transfernya. Tapi ini tidak akan bermakna kalau tidak ditunjang dengan pedagogi yang tepat. Apa itu pedagogi? Strategi kita. Metode apa yang kita pakai agar pembelajaran sampai ke murid,” pungkasnya. (YMH)