BICARA SAJA, ABAIKAN TATA BAHASA!
Saya tahu sebagai guru saya tak boleh kehilangan semangat untuk memberikan layanan terbaik kepada murid-murid saya. Tak peduli di kelas manapun di jam berapapun itu. Tetapi cerita kegiatan mengajar tak selamanya mulus. Kadang kami; baik saya ataupun murid sama sama memiliki banyak kendala.
Contohnya hari ini, jadwal pelajaran terbaca bahwa di dua jam terakhir ini, saya harus masuk kelas XI IPS. Kali ini menurut catatan saya, kelas ini terjadwal untuk melatih ketercapaian murid pada ranah ketrampilan dengan kompetensi dasar teks NARRATIVE. Oh ya saya mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris tingkat SMA.
Tujuan pembelajaran yang harus saya latihkan dan saya amati adalah bahwa secara lisan murid murid saya mampu menyampaikan secara lisan salah satu paragrap singkat yang ada pada sebuah teks Narratif. Mereka bisa mengambil salah satu paragraph dari tiga Generic Structure teks tersebut. Bisa paragraph yang berisi Orientasi, Konflik ataupun paragraph Resolusi. Topik maupun tema cerita tidak saya batasi, mereka bebas mengambilnya sesuai dengan ketertarikan masing masing.
Tetapi, saya betul betul tidak yakin bahwa anak anak akan bersemangat melakukan aktifitas ini. saya yang berencana akan memanggil mereka satu persatu maju ke depan untuk menceritakan untuk melakukan itu menjadi sangat ragu! Anak anak itu enggan maju ke depan kelas. Mereka pasti akan saling menghindar dan malah berebut saling menunjuk nama temannya. Biasanya kelas akan menjadi kacau karena saling menghindari. Jikapun ada, paling hanya satu dua saja dan hanya nama anak yang itu itu saja.
Apalagi ini di kelas IPS! Yang lekat dengan stereotipe yang mengatakan bahwa mengajar anak anak program IPS itu sedikit membutuhkan energi lebih besar dari pada mengajar anak anak dari program IPA. Konon mereka yang masuk jurusan ini karena terpaksa saja, setelah pengajuan untuk masuk jurusan IPA ditolak karena beberapa hal terutama tes kemampuan kognitif masuk IPA belum memenuhi prasyarat dan lain lain faktor penghambat yang lainnya.
Alhasil, rasa malas saya untuk beranjak dari kursi dan segera memasuki kelas makin besar. Apaplagi saat itu cuaca sangat panas. Musim panas kali itu bahkan mencapai kisaran 39 derajat celcius. Lengkap sudah gairah saya hilang. Saya pasti akan berangkat dengan sangat terpksa. Atau bahkan dengan marah marah. Saya akan cepat emosi jika mereka membangkang panggilan saya. Tentu ini tak boleh terjadi.
Maka saya berpikir dengan keras dan cepat untuk menyelesaikan masalah saya ini. Saya masuk kelas dengan senyum sangat lebar. Saya ucapkan salam dengan suara keras dan saya berdiri di depan kelas. Dengan lantang saya instruksikan kepada mereka untuk segera berdiri dan beranjak dari tempat duduk. Semua kursi diatur sedemikian rupa di bagian belakang, hingga kami memiliki ruang lebih luas untuk berdiri saling berhadapan.
Saya perintahkan kepada mereka untuk menceritakan apa saja hal menarik dalam kehidupan mereka dalam Bahasa inggris semampu mereka. Bisa tentang diri mereka, keluarga, kerabat, atau bahkan teman teman mereka. Boleh siapa saja, tentang apa saja. Mereka saling berhadapan berbiraca dengan suara lantang bersamaan tanpa mengindahkan teman satu dengan yang lainnya. Yang penting bercerita, yang penting berbicara, salah benar tak aka nada yang menyela. Tak peduli didengarkan atau tak terdengar mereka sama sama akan focus pada suara mereka sendiri sendiri. Tentu saja suasana terlihar dan terdengar sangat kacau! Berisik , gaduh dan sekilas tampak awur awuran. Kelas saya mendadak berubah seperti pasar krempyeng, ramai sekali. Saya tak menilai tata Bahasa yang belepotan, saya tak menghiraukan apapun pada tahan ini. saya hanya tersenyum, sambil berjalan berputar mengelilingi barisan empat shaf murid murid yang berdiri saling berhadapan itu. Anak anak terlihat antusias sekali, yang pintar yang lemah semua berbaur dalam suara gaduh dari mulut mereka.
Yang biasanya bersuara pelan menjadi terpantik untuk berbicara keras. Karena jika tidak yang terdengar jelas hanya suara teman dihadapannya. Tanpa menghiraukan satusama lain mereka terus berceloteh tentang topik yang kadang malah berubah-ubah. Meloncat dari satu tokoh ke tokoh yang lainnya. Lucu dan seru.
Hingga peluit yang saya tiup tanda mereka boleh berhenti terdengar keras, anak anak itu boleh menghentikan suara mereka. Selesai tidak selesai cerita bebas mereka dalam Bahasa inggris itu berhenti. Senangnya melihat mereka ngos ngosan bergegas membuka tumbler mereka masing-masing. Saya tak melihat ada yang diam, bete atau cemberut apalagi mengantuk.
Wajah-wajah mereka terlihat ceria, sisa antusiasme merreka tergambar jelas. Walau keringat bercucuran setelah berbicara nonstop lima menit itu kiranya sangat berkesan. Mereka saling berkomentar dan beberapa bercelutuk bahwa mereka tadi saat berbibacara berhadap hadapan banyak mencampur Bahasa Inggris mereka dengan Bahasa Indonesia. Tak ada yang tahu tak ada yang malu, karena sebagian besar mereka melakukan hal yang sama.
Saya sendiri segera melakukan refleksi bersama-sama. Target awal saya untuk menumbuhkan keberanian berbicara menggunakan Bahasa Inggris lumayan diminati anak. Berbicara saja, kali ini abaikan keriwehan grammar, kata saya mengakhiri.
Tentu saja secara bertahap pada pertemuan minggu depannya lagi kami akan saling mengkonfirmasi. Dan saya akan meneruskan pada tahapan yang lebih tinggi dengan mereka dengan perasaan bahagia.
“Setiap kita melakukan kesalahan, dan itu tak apa-apa”