BERTERIMA KASIH KEPADA KELAS SETELAH
PEMBELAJARAN BERAKHIR
Rudi Irawan
SMP Negeri 1 Sungai Keruh-Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
Saya Rudi Irawan mengajar di SMP Negeri 1 Sungai Keruh Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan, dengan mengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. melakukan kegiatan pembelajaran di kelas setiap hari menjadi rutinitas yang menyenangkan dan bisa juga melelahkan, dua kata ini sering diungkapkan oleh para guru di dalam sesi diskusi didalam ruang guru ketika briefing atau diskusi kelompok kecil. Tentunya ini hal yang wajar dialami karena guru berhadapan dengan makhluk hidup yang memiliki keunikan beragam mulai dari tingkah laku, kebiasaan, pola pikir serta semangat berbeda dikarenakan latar belakang yang beragam jenis pula. Oleh karena itu kita harus bisa mengakomodir keberagaman itu menjadi satu adaptasi dengan lingkungan positif yang ada di sekolah, yang bisa menjadikan murid kita memiliki satu kebiasaan yang akan mereka lakukan secara terus menerus di kelas.
Melihat kelas dalam kondisi rapi ketika pembelajaran berakhir menjadi kebanggaan tersendiri bagi guru dan murid yang setiap harinya diberikan kesempatan untuk belajar dan mendapatkan ilmu di kelas tersebut, dan merasa memiliki dengan apa yang telah diberikan kepada kita itu merupakan anugerah dari sang pencipta yang luar biasa, hal yang berlawanan sering terjadi ketika proses pembelajaran berakhir kelas terlihat begitu berantakan, sampah terdapat dimana-mana baik di laci meja maupun di lantai, kursi dan meja dalam posisi yang berantakan seperti kelas tidak memiliki orang yang peduli dengan kondisinya, sehingga fasilitas yang diberikan kepada murid dan guru ini seakan-akan tidak dihargai dan dibiarkan begitu saja.
Kelas dalam keadaan bersih kembali ketika esok pagi disaat petugas piket melakukan tugasnya, namun hal ini justru tidak memunculkan budaya baik yang muncul dari murid, karena piket merupakan tugas yang telah ditetapkan sedangkan budaya positif tidak perlu adanya penjadwalan namun merupakan keharusan yang dilakukan dengan senang dan bahagia. Suatu ketika saya bertemu dengan penjaga sekolah yang mempunyai tugas salah satunya membuka dan menutup pintu seluruh ruangan sekolah termasuk kelas, beliau sering mengungkapkan kepada saya bahwa “hampir seluruh kelas dalam kondisi berantakan dan kotor ketika pembelajaran di kelas berakhir, seakan-akan murid yang belajar disini tidak mengerti dengan cara menghargai fasilitas yang diberikan, padahal sekolah disini tidak dipungut biaya alias gratis”. ungkap penjaga sekolah, hal ini beberapa kali diungkapkan di dalam rapat namun belum ada hasil yang begitu berdampak dan murid masih saja melakukan hal yang sama. Sebagai guru untuk bisa sukses melalui sebuah perubahan dengan cara terbaiknya yaitu mencoba muridnya untuk beradaptasi terhadap hal positif. Dengan cara beradaptasi atau memposisikan diri maka murid tidak merasa dirinya tertekan. mereka hanya perlu mengubah sedikit demi sedikit cara serta kebiasaan menjadi yang lebih baik lagi.
Memiliki keinginan untuk mewujudkan praktik adaptasi yang baik bagi murid tentunya dilakukan dengan semaksimal mungkin namun hal tersebut tidak akan terlepas dari rintangan yang akan dihadapi, tidak ada keberhasilan tanpa adanya tantangan yang dapat dijadikan bahan refleksi dan evaluasi di dalam mencapai tujuan. hal ini akan tampak jelas karena belum tumbuhnya budaya positif dari adaptasi yang dilakukan murid, mengingat murid berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, budaya serta kebiasaan yang beragam. namun hal ini akan menjadi menarik karena kita sebagai guru akan memikirkan strategi yang jitu agar dapat menjadikan murid beradaptasi dengan baik dan merasa tidak dipaksakan.
Melakukan kegiatan merapikan kursi dan meja, serta mengucapkan terima kasih dan mengkondisikan kelas dalam kondisi bersih sesuai dengan identitas masing-masing yang guru buat terkesan aneh dan tidak biasa, kebiasaan ini yang akan terus ditawarkan kepada murid dan guru di kelas setelah proses pembelajaran berakhir. Memberikan kenyamanan di kelas merupakan salah satu dari manajemen pengelolaan kelas yang perlu diperhatikan, tanpa adanya kenyamanan maka proses pembelajaran yang dilakukan, bagaimana cara melakukannya tentunya tidak mudah, namun bisa dilakukan secara perlahan.
Menurut Rebecca Albert dalam edutipoa.org ada 5 kiat pengelolaan kelas untuk guru baru yaitu:
- Gunakan suara yang normal dan alami
- Bicaralah hanya ketika murid tenang dan siap
- Gunakan isyarat tangan dan komunikasi nonverbal lainnya
- Tangani masalah perilaku dengan cepat dan dengan bijak
- Selalu miliki pelajaran yang dirancang dengan baik dan menarik
Menurut Adie E. Yusuf bahwa manajemen kelas mencakup pengetahuan manusia dan fasilitas pembelajaran. Tanggung Jawab fasilitator pelatihan sebagai manajer kelas antara lain:
- Memelihara lingkungan fisik
- Mengarahkan proses sosial
- Membimbing perilaku peserta yang positif
- Memimpin kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien
- Menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Manajemen kelas yang modern merekomendasikan bahwa pengelolaan kelas dengan pendekatan inovasi, sumber daya kelas selalu dalam kondisi yang dapat menimbulkan perhatian, motivasi dan suasana yang menyenangkan peserta dalam proses belajar.
Terdapat tiga dimensi dalam manajemen kelas yang efektif dan efisien, sebagai berikut:
- Dimensi perilaku manusia (behavior)
- Dimensi sarana/fasilitas (facility)
- Dimensi lingkungan (environment)
Terinspirasi dari kiat pengelolaan kelas di atas, saya memiliki ide menambahkan poin bahwa kita harus berterima kasih kepada kelas setelah pembelajaran berakhir. Tanda bel pulang sekolah yang menandakan berakhirnya kegiatan pembelajaran merupakan saat yang paling dinanti oleh murid, ini yang biasanya membuat murid biasa terburu-buru untuk pulang dan meninggalkan kelas dengan begitu saja. Kali ini kita akan mengajak murid untuk melakukan adaptasi yaitu berterima kasih kepada kursi dan meja setelah proses pembelajaran berakhir.
Setelah kegiatan pembelajaran berakhir, murid dipastikan berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing dengan dipimpin oleh salah satu murid di kelas secara bergantian, sebelum doa dilakukan kita dapat mengkondisikan kelas dengan cara meminta murid melakukan aktifitas kelas tanpa sampahdengan cara mengambil seluruh sampah di kelas salah satunya dengan konsep Number Head Together layaknya di dalam pembelajaran, murid yang memiliki nomor 1, 2, 3 dan seterusnya akan memiliki tugas yang berbeda, nomor ini saya desain sesuai dengan urutan presensi atau kelompok ataupun cara lainnya, contoh “ murid dengan nomor 1 mengambil sampah di dalam laci meja, nomor 2 mengambil sampah di lantai, nomor 3 mengambil sampah di sekitar teras kelas, setelah selesai katakan dengan lantang selesai”. Sesuaikan nomor urutan dengan kondisi yang kita hadapi tidak mesti 1, 2 , dan 3. membuat hal seperti ini membutuhkan waktu yang tidak cukup satu atau dua kali, saya pun beberapa kali melakukannya namun dengan konsep sabar.
Setelah kelas bersih barulah kita melakukan pembacaan doa bersama-sama. Kemudian setelah berdoa selesai murid diminta untuk mengambil tas masing-masing dan berdiri dibelakang kursinya kemudian memasukkan kursi dibawah meja dengan mengucapkan di dalam hati “Terima kasih kursi dan meja serta kelas ini yang telah menemani saya selama satu hari ini dalam proses belajar, semoga apa yang saya dapatkan pada hari ini bermanfaat dan menjadi ilmu pengetahuan yang berguna bagi masa depan.
Menanamkan sikap menghargai terhadap apa yang dimiliki adalah hal yang mulia, kita mengetahui kelas, kursi, dan meja adalah benda mati tetapi semuanya itu perlu dijaga dan dirawat agar tetap nyaman dan aman ketika menggunakannya, coba kita bayangkan ketika kita masuk kedalam kelas yang kotor dengan bau yang tidak sedap, kursinya berantakan dan rusak, tentunya memunculkan energi negatif bagi kita dalam melaksanakan proses pembelajaran dan mempengaruhi motivasi belajar yang akan menurun sedangkan sebaliknya ketika kita masuk kedalam kelas dengan suasana yang rapi, bersih maka motivasi akan muncul karena rasa nyaman ada di dalamnya.
Ketika murid selesai melakukan kegiatan berterima kasih pada kelas, beberapa murid yang meninggalkan kelas tersebut menoleh kebelakang setelah berada di pintu kelas, dengan melihat kondisi kelasnya yang bersih dan rapi, mungkin murid ini berpikir kok kelas saya bisa rapi ya, atau mungkin murid ini merasakan kesalahan yang dilakukan terhadap kelasnya selama ini atau memikirkan yang lainnya, namun pada prinsipnya murid saya sudah mulai terbiasa meninggalkan kelas dengan kondisi yang bersih dan rapi. Penjaga sekolah pun saya mulai lakukan wawancara (layaknya coach) dengan santai untuk melihat apakah ada perubahan kecil yang temui ketika menutup ruang kelas diakhir pembelajaran?, beliau pun berkata “beberapa kelas sudah rapi dan bersih pak ketika saya menutup pintu kelas”. saya pun tersenyum dan menganggap walaupun beberapa kelas yang baru bisa seperti ini, praktik ini bisa ditularkan kepada teman-teman dikelas lainnya agar menjadi seluruh kelas dan guru dan menjadi budaya sekolah.
Pelajaran yang diambil dari aktivitas berterima kasih kepada kelas bukan sekedar slogan dan kenyamanan di dalam kelas saja namun ada hal yang lebih penting yakni memberikan murid cara beradaptasi dengan budaya positif ketika berada di kelas agar budaya ini menjadi budaya sekolah yang dibawa setelah mereka sudah menyelesaikan pendidikannya. Karakter yang tumbuh dari kegiatan tersebut seperti bertanggung jawab, komitmen dan gotong royong.