Mendengar kata ”Matematika” membuat sebagian besar siswa takut dan tidak bersemangat belajar. Matematika bagai momok menakutkan bagi siswa, entah apa yang membuat siswa merasa sangat takut dengan Matematika, tidak hanya pada pelajarannya saja, namun gurunya pun ikut tidak disukai oleh siswa. Guru matematika selalu terlihat garang di mata siswa. Padahal semua tahu bahwa matematika sangat berhubungan dalam kehiduan sehari-hari. Banyak persoalan di kehidupan yang harus diselesaikan dengan matematika.
Melihat fenomena seperti itu, saya sebagai guru matematika tergerak untuk bisa membuat pembelajaran matematika di kelas digemari oleh siswa, tidak hanya gemar dan suka saja, namun malah selalu menunggu pembelajaran matematika. Pertama saya harus merubah image guru matematika yang selalu dikenal tegas dan garang. Saya mencoba untuk lebih mendekatkan diri ke siswa secara personal. Saat pembelajaran berlangsung saya selalu menyempatkan diri untuk bertanya kabar, dan kegiatan sehari-hari mereka di rumah. Saya percaya dengan kedekatan emosional yang saya bangun siswa merasa lebih dekat dan pada akhirnya bisa menerima materi yang saya sampaikan.
”Gus, hari ini tadi bawa uang saku berapa?”, tanya saya suatu ketika pada salah satu siswa kelas 7 di sekolah saya.
”Lima ribu Pak,” kata Bagus dengan semangat.
”Sudah kamu belikan apa saja uang sakumu?”, lanjut saya.
”Saya tadi beli es teh 1 dan roti bakar 1 Pak”, jawab Bagus.
”Bentar Gus, kalau harga es tehnya Rp. 2000, kalau saya beli 3 es teh berapa uang yang harus dibayarkan?”
Terlihat Bagus bingung dan akhirnya menyerah tidak bisa menjawab dan hanya garuk-garuk kepala sambil tersenyum masam.
Saya heran, seharusnya untuk siswa kelas 7 SMP itu adalah pertanyaan mudah, namun bagaimana dia tidak bisa menjawabnya? Akhirnya saya berkonsultasi dengan guru BK dan ditemukan bahwa anak tersebut memang memiliki histori mengalami kesulitan belajar atau slow learner. Setelah kejadian itu saya mencoba untuk membuat tes singkat tentang perkalian dasar di kelas 7 dan hasilnya sungguh mencengangkan. Ternyata banyak dari siswa yang belum begitu paham dengan konsep perkalian, sebagian besar masih banyak yang membutuhkan waktu lama hanya untuk sekedar perkalian bilangan satu digit.
Saya bingung dan bertanya-tanya bagaimana melanjutkan materi, jika perkalian dasar saja mereka masih kebingungan?
Saat saya merenungi apa yang akan saya lakukan di kelas itu, saya melihat anak-anak bermain suit, batu gunting kertas. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepala saya, bagaimana jika permainan suit dikolaborasikan dengan perkalian sederhana. Sepertinya memang perlu dicoba.
Hari itu saya mencoba membuat aturan permainan perkalian suit dan langsung saya uji cobakan ke salah satu anak, dan ternyata aturan permainan itu diterima serta membuat anak untuk tertantang bermain perkalian. Keesokan harinya saya mencoba permainan suit perkalian ke kelas 7.
Aturan permainannya adalah satu kelas dibagi dalam dua kelompok besar. Setiap kelompok berbaris kebelakang seperti gambar berikut.
Setelah siswa sudah berbaris dan memahami aturan jari tangan, saatnya barmain suit perkalian. Pasangan siswa di barisan terdepan akan bermain suit dengan mengeluarkan jari tangan sesuai aturan, jari tangan yang keluar harus ditebak hasil perkaliannya. Siswa yang saling cepat menjawab perkalian bilangan tersebut akan menjadi pemenang dan bisa pindah ke barisan paling belakang. Sedangkan siswa yang belum bisa menjawb dengan tepat akan tetap berada di barisan sampai memenangkan permainan perkalian. Siswa yang menjawab perkalian terbayak yang akan menjadi pemenangnya.
Saya melihat keseruan saat siswa bermain suit perkalian ini, sebagian besar anak merasa tertantang dan tak ingin kalah dengan temannya. Tanpa sadar mereka telah belajar perkalian dasar dan lama-lama mereka akan hafal dengan perkalian bilangan satu digit. Di akhir kelas ada siswa yang menghampiri saya dan berkata, ”Kapan-kapan kita belajar sambil bermain lagi ya Pak.” Dengan tersenyum saya pun mengangguk, kali ini ssaya berpikir lagi, kira-kira apa saja permainan yang bisa saya masukkan lagi ke dalam materi berikutnya.