Berdamai, Dengan Cara Mengetahui Akan Kebutuhan Anak
Sudah menjadi fitrah bahwa setiap anak suka bermain. Apabila kegiatan belajar dikemas sedemikian rupa sehingga seolah-olah seperti permainan yang sangat menyengkan, anak-anak pun anak menikmati proses belajar mereka.
Tapi, ternyata untuk memilih kegiatan belajar seperti sebuah permainan yang menyenangkan tidaklah mudah, seperti yang saya alami saat mengerjakan fine motor. Bagi saya salah satu tantangan dalam mengajarkan fine motor adalah bagaimana menumbuhkan ketertarikan dan attensi anak.
Kisah yang ingin saya bagikan disini adalah pengalaman mendampingi murid “autisme”, sebut saja mas Rey, usia 5 tahun dalam mengembangkan kemampuan fine motor. Menurut saya, memahami akan kebutuhan anak adalah tidak mengajarkan seberapa baik nilainya namun lebih melihat proses dimana murid tersebut berhasil mencapai sasaran pembelajaran sesuai dengan kemampuannya.
Awalnya, mas Rey belum bisa meregulasi diri sehingga ia suka menolak untuk belajar karena memiliki pilihan untuk memilih dengan siapa ia belajar. Pernah suatu hari, harusnya jadwal terapi, tapi ia menolak dengan menangis meraung-raung sambil mengatakan “aku engga mau sama pak riyan ya, maunya sama bu mawar aja”. Setelah diberi waktu dengan mengolah nafas lalu membuat kesepakatan , ahkirnya mas Rey pun mau melanjutkan pembelajarannya.
Langkah yang saya lakukan, pertama saya melakukan asesmen kemampuan murid dalam fine motor. Caranya, praktik memasang baut dengan obeng. Selain praktik, asesmen dilakukan dengan memberi tugas yang meminta mas Rey membuka tutup toples yang berisikan makanan. Dari kegiatan itu, kita bisa tahu kemampuan mas Rey dalam melatih motorik halus, meningkatkan koordinasi mata dan tangan, melatih fokus dan konsentrasi, serta menguatkan endurance.
Biasanya, kemampuan fine motor pada anak usia 5 tahun sudah dapat membuka tutup toples dan memasang baut. Hasil asesmen menunjukkan, mas Rey cukup mampu memasang baut secara mandiri, sementara kemampuan membuka tutup toples masih belum menguasai secara mandiri.
Selanjutnya, menetapkan sasaran pembelajaran dengan menyesuaikan pada hasil asesmen. Melihat hasil asesmen, sasaran belajar yang fungsional dicapai mas Rey adalah belajar motorik halus, meningkatkan koordinasi mata dan tangan, melatih fokus dan konsentrasi, serta menguatkan endurance. Tujuan dan proses yang akan dilakukan dikomunikasikan ke anak sehingga anak tahu pembelajaran yang ingin dipelajari. Ini tantangan buat saya mengkomunikasikan tujuan dan proses pembelajaran pada Anak Berkebutuhan Khusus dengan diagnosa “autisme”.
Saya menggunakan media berupa botol bekas, toples, serta peralatan seperti baut, dan obeng untuk tujuan dan proses belajar tersebut. Karena pada saat itu, saya mengajarkan motorik halus, melatih fokus dan konsentrasi sehingga saya beri botol bekas, toples, dan peralatan seperti baut, dan obeng.
Saya memakai botol bekas, toples, serta peralatan seperti baut, dan obeng. Dari benda itu, kita bisa tanyakan kepada anak apa yang sedang dilakukan?. Ketika itu, anak bisa menjawab kalau benda itu adalah baut dan obeng ya pak riyan. Saya mengajak lagi, kita main fine motor yuk. Setelah itu, saya menyampaikan ke mas Rey bahwa sekarang kita akan belajar tentang fine motor dengan memasang baut, membuka tutup botol, dan toples. Biasanya, respon anak hanya datar. Saya menanyakan ulang untuk memastikan anak memahami apa yang mau dipelajari. Sekarang kita belajar apa? Ada beberapa kemungkinan respon anak, diam, menggaruk-garuk kepala, tersenyum, mengelaurkan suara “hm hm hm”, atau langsung menjawab. Alhamdulilah, pada waktu itu mas Rey langsung menjawab karena kemungkinan masih berada pada rentang atensinya.
Tantangan dalam menerapkan strategi dalam memahami Anak Berkebutuhan Khusus adalah keengganan pendidik untuk menyesuaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan kemampuan anak. Saya sebagai pendidik tentu saja tidak bisa memaksakan tujuan pembelajaran pada anak. Saya melakukan asesmen untuk mengetahui kemampuan awal anak. Setelah itu, menyiapkan tujuan pembejalaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Saya merancang proses belajar yang fungsional, mengubah tujuan belajar yang bisa langsung di praktikkan. Dengan demikian, proses belajarnya bisa dilakukan di kehidupan sehari-hari. Selain itu, ciptakan kegiatan untuk Anak Berkebutuhan Khusus yang mempunyai peran. Seperti, bermain puzzle bergantia, bermain peran guru dan murid. Dengan demikian, anak merasa diterima dan adanya kepercayaan terhadap kita. Beda itu keren.
Riyan Anugerah
IG : riyan,anugerah