Belajar Perkalian Tanpa Hapalan

Ketika hari pertama masuk kelas di semester awal, setelah memperkenalkan diri dan berinteraksi dengan para peserta didik baru, biasanya saya ingin mengetahui sejauh mana kemampuan siswa saya di kelas dengan cara memberikan pertanyaan secara acak. Biasanya yang sering saya tanyakan terkait dengan kemampuan dasar calistung (baca tulis hitung) nya. Hal ini rutin saya lakukan di awal agar saya lebih mudah dalam merancang strategi pembelajaran apa saja yang akan saya terapkan untuk setahun ke depannya. Di lingkungan sekolah saya yang mayoritas siswanya berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah, ternyata sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Maka, di awal semester inilah kesempatan saya untuk memetakan kemampuan masing – masing dari siswa saya.

Hari ini, saya memberikan pertanyaan secara acak kepada siswa baru saya di kelas 5 yang berjumlah 24 orang. Hari ini fokus pertanyaan saya adalah tentang penguasaan perkalian, sebagai kemampuan dasar matematika yang kelak akan sering mereka temui pada materi di kelas 5 ini . Karena dalam hal kemampuan membaca, pada umumnya di kelas tinggi, mereka sudah memiliki kemampuan membaca yang baik dan lancar. Maka mulailah saya menanyakan perkalian sederhana kepada siswa secara acak satu persatu. Ternyata sebagian besar siswa saya tidak dapat menjawab ketika saya tanyakan perkalian sederhana, khususnya ketika sudah memakai angka yang besar seperti perkalian 6 dan seterusnya. Setelah saya identifikasi, ternyata ada 2 penyebab yang membuat siswa kesulitan menguasai pelajaran matematika dasar khususnya perkalian. Siswa selalu menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling sulit sehingga jarang sekali siswa yang menyukai pelajaran ini. Menghapal perkalian merupakan kewajiban yang paling ditakuti oleh siswa sehingga menjadi tidak efektif dalam jangka waktu yang lama.

Setelah mengetahui penyebabnya, saya kemudian bertekad untuk tidak menjadikan matematika di kelas saya sebagai pelajaran yang paling sulit seperti yang sudah tertanam dalam benak siswa. Saya akan menjadikan matematika sebagai pelajaran yang menyenangkan. Tidak akan ada lagi hapalan perkalian, karena yang paling efektif untuk menanamkan materi kepada anak – anak adalah dengan menanamkan penguasaan konsep. Bukan pada hasil, melainkan pada proses. Lalu, mulailah saya merancang strategi belajar matematika yang menyenangkan bagi siswa, khususnya pada perkalian. Saya menanamkan konsep pada anak – anak, bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang. Cara kerjanya, jika ada pertanyaan 6 x 7, maka saya mengajak anak – anak untuk menghitung kelipatan dari angka 7 nya sebanyak 6 kali. Kami kemudian menghitung secara bersama – sama. Begitu yang kami lakukan setiap hari. Jadi anak – anak tidak perlu lagi menghapal, melainkan mereka paham bagaimana konsep pengerjaannya. Selain dengan pemahaman konsep, terkadang saya selingi juga mempelajari perkalian dengan nyanyian. Contohnya, saya ambil irama lagu gelang sipaku gelang untuk kemudian saya tukar liriknya dengan perkalian enam. Dan bagian yang paling menyenangkan bagi siswa dalam pelajaran matematika ini adalah ketika sekali dalam satu semester saya mengadakan kegiatan market day. Kegiatan ini mewajibkan siswa yang sudah saya bagi dalam beberapa kelompok untuk menjual sesuatu pada hari yang telah ditentukan, biasanya dihari Sabtu. Boleh berupa makanan, minuman, ataupun kerajinan tangan. Dalam kegiatan inilah mereka akan belajar matematika sesungguhnya. Yang akan mereka lakukan pada kegiatan sehari – hari, yaitu transaksi jual beli. Mulai dari proses menyiapkan apa yang mereka jual, berapa jumlahnya, berapa harganya. Kemudian masuk ke proses jual beli, berapa uang yang harus mereka terima, berapa uang yang harus mereka kembalikan. Sampai pada proses terakhir yaitu memastikan jumlah barang yang terjual sesuai dengan uang yang terkumpul. Biasanya pada kegiatan ini tidak hanya siswa yang antusias, tetapi orang tua dan guru – guru juga antusias untuk berpartisipasi dalam kegiatan market day ini.

Akhirnya, pelajaran matematika bukan lagi merupakan pelajaran yang paling sulit bagi siswa saya. Mereka tidak lagi khawatir saya berikan target berupa hapalan perkalian. Sebaliknya, siswa saya malah antusias sekali ketika jam pelajaran matematika. Ketika ada soal perkalian, mereka sudah paham bagaimana harus mengerjakannya. Ketika perkalian sudah jadi hal yang mudah, maka begitu juga dengan pembagian. Karena konsep pembagian adalah lawan dari perkalian. Dunia anak – anak adalah dunia yang sederhana, yang seharusnya juga diisi dengan hal – hal yang sederhana dan menyenangkan. Sehingga membuat anak – anak tertarik untuk mempelajarinya. Tidak akan ada pelajaran yang sulit, jika kita berikan kepada anak – anak dengan cara yang menyenangkan. Pun, jadilah juga guru yang menyenangkan. Yang tidak hanya mengejar target ketuntasan, melainkan memiliki rasa peduli. Jika hanya menjadi guru yang pintar, google dan teman – temannya barangkali akan bisa dengan mudah menggantikan peran kita. Tetapi, rasa peduli dan cinta, tidak akan bisa tergantikan dengan apapun. Tidak akan ada orang yang menolak untuk datang kepada orang dan tempat yang menyenangkan. Selamat menjadi guru yang menyenangkan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top