Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) merumuskan enam Profil Pelajar Pancasila, yakni (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, (2) berkebhinekaan global, (3) gotong royong, (4) bernalar kritis, (5) mandiri, dan (6) kreatif. Ada banyak cara untuk melekatkan profil ini pada murid seperti yang dilakukan oleh Mirwan Abdul, guru Sekolah Cikal.
“Belajar gotong royong tidak harus kerja bakti bersama-sama. Misalnya murid diberikan permainan team building. Lalu setelahnya anak-anak diajak refleksi. Harusnya kerjasama itu bagaimana sih? Di situ anak-anak bisa mengeluarkan idenya,” jelas Mirwan melalui IG Live yang diadakan Kampus Guru Cikal pada Kamis (2/6/2022).
Mirwan juga menceritakan pengalamannya saat menjadi mentor PYP Exhibition, sebuah proyek akhir untuk murid kelas 6. Setelah melakukan riset, murid-muridnya memutuskan untuk merancang proyek yang mendukung pemberantasan buta huruf di Surabaya.
“Yang saya angkat bagian bagaimana mereka berkolaborasi. Setelah mereka sepakat mau mengangkat isu itu, mereka ingin mengadakan webinar untuk sebuah komunitas di Surabaya yang memberikan perhatian pada isu itu. Nah tapi ini adalah kali pertama bagi mereka mengadakan webinar, jadilah butuh dukungan dari berbagai pihak,” terang Mirwan.
Selain terus berkomunikasi dengan komunitas pemberantas buta huruf, murid-murid Mirwan juga aktif diskusi dengan Kampus Guru Cikal, Yayasan Guru Belajar, dan Komunitas Guru Belajar untuk merancang webinar yang baik. Murid kelas 6 itu juga belajar bagaimana agar pesan kampanye yang mereka lakukan di media sosial bisa berhasil.
“Saat sudah selesai tentu mereka melakukan refleksi. Mereka mengatakan, ternyata untuk menyelesaikan masalah yang besar (buta huruf-red), meskipun hanya ambil peran kecil, tetap butuh kolaborasi banyak pihak, butuh gotong royong. Itu refleksi dari murid kelas 6, lho,” kata Mirwan.
Tidak hanya murid kelas 6, Mirwan menjelaskan, cara yang menarik untuk belajar tentang nilai-nilai Pancasila juga bisa diterapkan untuk kelas yang lebih kecil. Seperti yang dilakukan oleh murid kelas 1 di sekolahnya, yakni membuka restoran Jepang di aula sekolah.
Setiap murid mendapatkan peran masing-masing sesuai kesepakatan bersama. Ada yang jadi penyambut tamu, chef, pengantar makanan, kasir, dan lain sebagainya. Melalui aktivitas ini, kata Mirwan, murid belajar kolaborasi dan menghargai peran satu sama lain.
“Pancasila itu tidak bisa diterangkan saja di dalam kelas, tapi harus lewat pengalaman,” tutup Mirwan. (YMH)