Belajar Niat Wudhu Yang Menyenangkan

Seorang guru Pendidikan Agama Islam selain harus bisa memberikan pengetahuan melalui materi yang diajarkan juga dituntut untuk bisa mengajarkan dalam praktik-praktik ibadah yang dilakukan oleh murid-muridnya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti pada materi wudhu di kelas dua . Dalam hal ini, selain orang tua yang bertanggung jawab, sebagai guru agama juga harus bisa memberikan penguatan bagi murid yang sudah bisa melakukan wudhu dan juga melatih murid-muridnya yang belum bisa melakukan wudhu. Hal ini selain sebagai tanggung jawab pembiasaan kepada murid-muridnya untuk bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya murid juga memang diajarkan sebagai mata pelajaran di kelas yang diajar.

Untuk mengajarkan materi tersebut yaitu wudhu ternyata tidak semudah yang di bayangkan. Selama ini saya berpikir bahwa hanya dengan menyuruh murid-murid menghafal maka kita sebagai guru tinggal menunjukkan gerakan wudhu dan shalat maka selesailah tugas kita. Namun untuk menghafal saja tidak semua murid bisa melakukannya dalam satu kali pertemuan. Apalagi membiasakan berwudhu dalam kehidupan sehari-hari. Dan ini terjadi secara terus menerus dari tahun ke tahun. Selain banyak murid yang belum bisa menghafal secara langsung dalam pertemuan itu murid-murid juga merasa tertekan dengan disuruh menghafal selama kurang lebih dua jam dua puluh menit. Bagi mereka waktu yang mungkin bisa kita bilang hanya dua jam itu seakan menjadi waktu yang sangat panjang. Dan akhirnya setiap pelajaran Pendidikan Agama Islam murid-murid saya merasa berat dan enggan untuk ikut belajar. Bahkan dalam satu kali pertemuan biasa sampai tiga atau empat siswa yang tidak datang.

Setelah mengikuti kegiatan PPMB saya sadar bahwa perlu adanya refleksi terhadap pembelajaran yang saya lakukan. Saya mulai mencari tahu bagaimana yang dirasakan murid-murid saya selama mengikuti pembelajaran pada materi wudhu, bagaimana caranya murid-murid saya menginginkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dan dari hasil refleksi itu saya mendapatkan data dari murid-murid saya tersebut kalau mereka menginginkan belajar dengan berkelompok atau berkolaborasi dengan teman-temannya.

Dengan keinginan untuk belajar kelompok, saya memulai dengan mendiagnosa pengetahuan awal dari murid-murid kelas dua tersebut mengenai doa sebelum wudhu (niat wudlu) dan urutan-urutan pelaksanaan wudhu. Dari jumlah siswa dua puluh enam ada enam siswa yang sudah hafal dengan niat wudhu dan urutan peaksanaan wudhu.

Dari diagnosa awal itu saya membagi kelompok menjadi enam. Masing-masing kelompok ada yang empat dan ada yang lima. Setiap murid dari enam orang yang sudah hafal itu saya minta untuk membacakan niat wudhu di hadapan kelompoknya masing-masing dan diikuti oleh kelompoknya. Setelah beberapa kali dibacakan ternyata ada teman -teman di kelompoknya yang juga bisa menghafal niat wudhu dengan baik. setelah itu saya melakukan evaluasi kembali dengan menanyakan kepada murid-murid saya yang sudah hafal niat wudhu. dari evaluasi tersebut ada tujuh siswa lagi yang bisa menghafal dengan baik. Karena cukup tiga belas murid yang hafal dan masih ada tiga belas murid lain yang belum lancar hafalannya maka saya meminta untuk masing-masing dari yang hafal mencari pasangan teman yang belum hafal dan membantu temannya untuk bisa menghafal niat wudhu. sungguh diluar dugaan saat itu dari jumlah siswa dua puluh enam itu secara berpasanagn mereka bisa menunjukkan hafalannya di depan kelas yaitu di depan teman-temannya. Dan hanya dengan di berikan tepuk tangan sebagai penghargaan mereka sangat antusias untuk belajar.

Dari aksi yang saya lakukan saya mendapatkan pelajaran bahwa tidak harus metode yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu hanya dengan ceramah dan menghafal. Dan juga tujuan pembekajaran akan lebih muda tercapai jika murid-murid kita belajar dalam keadaan yang menyenangkan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top