Belajar Menulis Dengan Teknik Kolaborasi Kalimat

Pandemi covid-19 yang berlangsung memengaruhi minat literasi murid. Menurunnya minat berliterasi akan menurunkan kualitas SDM warga sekolah. Oleh sebab itu, gerakan literasi di sekolah lebih dicanangkan dan digiatkan kembali. Hal ini bertujuan untuk mengubah kembali budaya literasi yang sempat padam akibat pandemi. Bertumpu pada kondisi tersebut, di setiap pembelajaran yang ada, saya selaku guru bahasa Indonesia menggiatkan praktik menulis dengan teknik kolaborasi kalimat. Tujuan dari pembelajaran ini adalah memotivasi murid untuk dapat dengan mudah membuat tulisan sederhana yang akibatnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya budaya literasi di lingkungan sekolah.

Dalam pembelajaran menulis ini ada beberapa tantangan yang saya hadapi. Tantangan pertama adalah minat literasi murid yang rendah sehingga mudah menyerah dalam membuat, menggabungkan atau meneruskan kalimat. Tantangan kedua adalah pola pikir murid yang sepertinya meremehkan pembelajaran menulis. Murid terkadang beranggapan pembelajaran menulis dalam bahasa Indonesia tidak terlalu berpengaruh pada kemampuan akademis mereka jika dibandingkan dengan pembelajaran numerasi, dalam hal ini IPA atau Matematika. Paradigma murid pintar adalah mereka yang notabenenya mendapatkan nilai tinggi pada mapel matematika atau IPA masih sangat melekat. Dengan demikian, kemampuan menulis seorang murid belum cukup bergengsi dalam hal akademik. Beberapa tantangan tersebut membuat murid seolah tidak termotivasi dalam pembelajaran menulis.

Melihat, mendapati, dan mengalami kondisi tersebut, saya melakukan beberapa hal untuk menyederhanakan dan menyenangkan kegiatan belajar menulis. Yang saya lakukan pertama kali adalah meyakinkan murid-murid bahwa menulis adalah sebuah soft skills yang di masa depan akan sangat bermanfaat, baik untuk meningkatkan personal branding maupun untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Setelah nampak ketertarikan terhadap pembelajaran menulis, saya sisipi kegiatan pembelajaran dengan teknik silent reading selama 10 menit. Buku yang dibaca pada waktu silent reading adalah buku bacaan kesukaan murid masing-masing. Karena yang dibaca adalah buku kesukaannya, murid-murid tampak menikmati suasana silent reading. Kemudian, setelah selesai, saya mengarahkan murid-murid untuk memilih nomor urut secara acak. Nomor tersebut adalah nomor urut untuk murid-murid dalam membuat atau menyambungkan kalimat. Murid yang mendapat nomor urut kesatu akan memulai narasi sederhana dengan satu kalimat pembuka. Tema untuk pembuatan tulisan pada waktu itu adalah my daily activity. Murid pertama menuliskan kalimat, Pada hari Minggu saya pergi ke Bandung. Kemudian, kalimat tersebut dilanjutkan oleh murid dengan nomor urut kedua dan seterusnya. Menginjak pada nomor urut terakhir, murid tersebut menutup cerita dengan kalimat Begitulah pengalaman menarik yang saya dapatkan di Bandung. Dengan kalimat itu, tulisan sederhana ditutup.

Melalui pembelajaran menulis sederhana ini murid-murid sangat antusias untuk menulis secara mandiri, baik membuat tulisan fiksi maupun nonfiksi. Bagi saya, pembelajaran ini sangat berkesan. Mengapa demikian? Karena dengan motivasi murid-murid yang meningkat untuk menulis, dapat dipastikan bahwa budaya literasi warga sekolah akan meningkat pula sehingga kualitas SDM warga sekolah akan bagus pula. Hasil dari pembelajaran menulis ini kemudian dijadikan sebuah karya tulis yang dikumpulkan sebagai dokumentasi literasi sekolah.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top