Penulis Sri Rahayu Setiawati, S.Pd/ Yayu Arundina
SMP Negeri 1 Cimahi
“Lah kok penelitiannya seperti anak TK sih?” batin saya saat membuka buku pelajaran Bahasa Indonesia.
Penelitian menjadi materi pertama saat saya mulai mengajar di kelas 9. “Wadidaw, gak asyik lah!”
Dan pikiran jelek saya pun terbukti benar. Saat murid melakukan percobaan pelangi itu, mereka kurang semangat. Percobaannya tidak menarik. Kurang bervariasi. Semua kelompok melakukan percobaan yang sama.
Akhirnya, di tahun berikutnya, saya mengajak murid melakukan penelitian di sebuah masyarakat adat yang ada di kota Cimahi. Kampung Adat Cireundeu Cimahi. Kampung ini sudah banyak dijadikan sebagai tujuan wisata dan juga tujuan penelitian. Bahkan dari luar negeri. Mereka tinggal selama beberapa bulan di sana. Mengapa warganya sendiri tidak tahu tentang kampung adat ini? Maka, saya menantang murid-murid saya melakukan penelitian langsung di lapangan.
Akhirnya, saya membagi kelompok untuk melakukan penelitian. Banyak perubahan yang terjadi. Tema penelitian menjadi lebih beragam dan para murid bisa berperan sebagai peneliti sungguhan.
Melalui informasi yang diperoleh, masyarakat adat kampung Cireundeu Cimahi ini memiliki makanan pokok yang khas, yaitu Rasi. Beras Singkong. Nah, ini bisa jadi bahan penelitian utama.
Ada dua kelompok yang menjadikan kampung Cireundeu sebagai tempat penelitian sosial budaya dan kuliner. Kelompok lain meneliti hal berbeda sesuai kesepakatan kelompok. Namun, mereka semua diajak bersama-sama datang ke kampung Adat Cireundeu Cimahi. Peran utama mereka sebagai responden.
Yup, di kampung ini kami mencicipi makanan yang berbeda dari biasanya, yaitu Rasi. Beras Singkong. Masyarakat Cireundeu mengkonsumsi rasi sebagai pengganti beras dan juga olahan lainnya. Sekarang, Rasi itu juga sudah diolah menjadi berbagai macam makanan seperti kue kering, kue semprong, mie lidi dan lainnya. Ada juga dendeng kulit singkong.
Ada dua tahap penelitian yang dilakukan oleh dua kelompok yang berbeda. Pertama, kelompok Cireundeu melakukan wawancara tentang sosial budaya di kampung adat Cireundeu Cimahi ini. Kang Jajat sebagai perwakilan dari kampung ini menjadi narasumber utama. Beliau menjelaskan banyak hal tentang kampung adat Cireundeu mulai dari sejarahnya, upacara, termasuk proses pembuatan Rasi.
Kedua, kami semua menikmati santapan khas, Rasi. Tak diduga, Rasi ini disajikan dengan lauk-pauk lainnya, seperti menu timbel. Ayam goreng, tahu tempe, tumisan, sambel, lalab, dan kerupuk. Hampir semuanya ini merupakan pengalaman pertama menikmati beras singkong atau Rasi. Makanan pokok masyarakat adat Cirendeu. Bagaimana rasanya?
Kelompok kuliner melakukan survey kepada semua peserta yang hadir. Siswa, guru dan pegawai tata usaha yang ingin ikut ke kampung Cireundeu ini. Selain survey tentang rasi, kelompok ini juga melakukan uji coba kandungan gula pada olahan rasi ini. Ada satu rumah khusus di kampung ini yang dijadikan sebagai tempat khusus membeli oleh-oleh khas Cireundeu. Saya sangat suka dengan egg rollnya.
Di kampung ini juga, kita bisa melakukan jalan kaki ke bukit Salam tanpa alas kaki alias nyeker. Sayang, waktu yang terbatas, menyebabkan kami tidak bisa eksplore ke atas bukit untuk melihat view Cimahi. Kami hanya sempat berkeliling di sekitar kampung saja.
Setelah beberapa waktu kemudian, secara bergiliran, semua kelompok mempresentasikan hasil penelitian masing-masing. Keseruan diskusi terjadi pada kelompok kuliner dan Cireundeu. Ternyata keingintahuan para siswa tentang kampung ini cukup baik juga. Debat juga terjadi pada hasil survey tentang Rasi. Ada yang suka, menganggapnya sama enak seperti beras biasa. Ada juga yang tidak suka karena kandungan airnya lebih sedikit sehingga terasa meleg di tenggorokan.
Setelah presentasi, saya menyimpulkan bahwa tujuan utama mengenalkan budaya lokal tentang kampung adat Cireundeu Cimahi kepada para siswa ini berhasil dilakukan. Kunjungan ke kampung adat Cireundeu menjadi trending topik di sekolah. Banyak siswa dari kelas lain yang merasa iri dan ingin juga diajak melakukan kunjungan ke sana. Sayang, pandemi keburu menyergap.
Semoga di lain kesempatan, kalian bisa datang sendiri, berombongan atau dengan keluarga.
Sebagai refleksi, tak ada salahnya murid diajak langsung melakukan penelitian ke lapangan. Lebih utama untuk mengenali potensi wilayahnya sendiri. Ternyata dengan cara ini, belajar jadi lebih asyik, sambil jalan-jalam. Di lain kesempatan, semua kelompok bisa melakukan penelitian bersama di Cireundeu dengan tema yang berbeda-beda juga. Banyak aspek di kampung Cireundeu ini yang bisa jadi bahan penelitian.
Selamat belajar menjadi peneliti pemula. Alah bisa karena biasa.