Saya Misba. Saya adalah seorang guru Bahasa Inggris yang telah memasuki tahun ketiga saya di sekolah tempat saya mengajar saat ini. Selama menjadi guru, saya merasa belum pernah betul-betul memahami murid-murid saya. Bahkan saya sempat enggan untuk mencari tahu tentang latar belakang murid saya. Sampai saya menyadari bahwa saya tidak benar-benar mengenal siswa saya. Saya menyadari bahwa mengetahui tentang murid kita itu sangatlah penting. Karena hal ini bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan murid di sekolah.
Saya mendapati diri saya merasa kesulitan untuk memahami murid-murid saya atas perilaku yang mereka lakukan di sekolah. Melakukan pelanggaran, malas mengerjakan tugas, hingga bolos sekolah. Awalnya, saya cenderung menghakimi murid saya karena perilaku melanggar mereka. Namun, saya merenungi bahwa mereka tidak mungkin melakukan suatu perbuatan tanpa ada yang melatarbelakangi. Di sinilah saya merasa tidak mengenali murid saya sepenuhnya. Alasannya apa? Karena saya tidak memiliki profil murid-murid saya. Selama ini, saya hanya masuk memberikan materi pembelajaran dan menyisipkan nilai-nilai. Namun ternyata hal itu tidak cukup. Saya perlu mengetahui lebih jauh tentang murid saya. Tidak hanya tentang seberapa jauh mereka mengerti pelajaran saya atau berapa nilai yang mereka raih di kelas saya, namun lebih jauh lagi yaitu tentang siapa murid saya ini. Hal ini juga dilakukan sebagian besar guru, menghakimi murid tanpa tahu bagaimana mereka dan siapa mereka sebenarnya.
Saya pernah mendapati satu siswa yang tidak pernah mengumpulkan tugas catatannya, sampai-sampai dicap oleh guru-guru sebagai siswa malas. Saya mencoba mendekati siswa tersebut dan menanyakan apa masalahnya. Ternyata murid ini berasal dari keluarga tidak mampu dan tidak mempunyai buku tulis. Saya langsung merasa terenyuh sekaligus merasa bersalah. Selama ini, guru-guru hanya menghakimi murid ini tanpa mengetahui apa masalah dan penyebabnya. Sehingga guru cenderung tidak memberikan solusi kepada murid.
Setelah melalui fase tersebut, saya bertekad untuk mengetahui profil murid-murid saya. Awalnya, saya sebatas bertanya secara langsung kepada mereka tentang kehidupan mereka di luar sekolah. Kemudian saya merasa bahwa hal ini kurang efektif karena saya bisa saja lupa dengan profil murid yang begitu banyak. Saya mencoba untuk membuat Asesmen Non Kognitif yang saya ketik dan print untuk diisi oleh siswa. Adapun butir isian yang saya sediakan seperti data pribadi mereka dan hal-hal yang lebih personal. Selain itu, saya menggunakan Bahasa Inggris untuk setiap butir isian asesmen tersebut. Tujuannya adalah supaya murid terbiasa dengan teks-teks berbahasa Inggris. Saya juga menjelaskan kepada murid bahwa data pribadi mereka tidak akan dibagikan kepada siapapun sehingga mereka bebas untuk menuliskan profil mereka dengan sebenar-benarnya.
Setelah melakukan asesmen non kognitif seperti ini, saya merasa jauh lebih memahami murid-murid saya. Saya tidak lagi menghakimi murid saya ketika mereka melakukan pelanggaran. Dengan mengetahui profil murid, saya menjadi lebih bijaksana dalam mengambil sikap terhadap murid. Di sisi lain, murid juga merasa lebih dipahami dan mereka merasa lebih terbuka untuk menceritakan masalah mereka kepada saya selaku guru. Melakukan asesmen non koginitif semacam ini terlihat sepele namun sangat bermanfaat untuk guru sebagai acuan untuk menghadapi berbagai macam karakter siswa. Kita pun bisa menjadi guru yang lebih berpihak kepada murid. Guru harus memahami bahwa setiap anak itu istimewa.