Asesmen Diagnosis Untuk Pembuatan PBL Menumbuhkan Disiplin Positif Pada Anak Usia Dini

Asesmen Diagnosis Untuk Problem Base Learning Menumbuhkan Disiplin Positif Untuk Anak Usia Dini.

Hampir setiap hari saya selalu menerima informasi dari para orang tua murid tentang masalah anaknya yang selalu bangunnya siang, tidur terlalu larut malam atau jam main yang tanpa batas.

Ada juga yang merasa anaknya usia 4 tahun malas untuk merapikan mainannya sendiri atau ambil peran membantu orang tua di rumah. saya juga pernah mendapat keluhan dari seorang nenek yang katanya “ dia capek sekali karena cucunya yang usia 6 tahun kalau selesai makan tidak mau mencuci piringnya dan ga mau membantu untuk merapikan rumah”.

Saya sebagai guru jadi merasa ada yang kurang dalam penyampaian materi pembelajaran tentang kemandirian. Selama ini saya hanya melakukan materi pembelajaran  kemandirian dengan  cara bernyanyi atau mengerjakan tugas,  tanpa melihat masalah yang terjadi di sekitar dan kondisi keluarganya. 

Saya berusaha untuk cari cara agar mengajarkan cara kemandirian bisa sesuai secara kontekstual dan yang melibatkan langsung si kawan murid dan seluruh anggota keluarganya.

Agar materi yang akan saya berikan bisa diterima kawan murid  dan mereka pun menerapkanya di rumah dan di sekolah, akhirnya saya  menggunakan asesmen diagnosis terlebih dahulu ke setiap siswa dan anggota keluarga nya di rumah. Asesmen diagnostik ini saya pilih karena dari asesmen ini saya bisa tahu permasalahan apa yang ada di setiap kawan murid dan keluarganya. Serta saya juga jadi tahu kira-kira materi dan proyek apa yang akan saya lakukan untuk pelajaran selanjutnya, agar masalah-masalah yang dikeluhkan bisa teratasi.

Dalam setiap pilihan tindakan pasti ada suatu kendala yang dihadapi, apalagi ini berhubungan dengan kegiatan kawan murid sehari-hari di rumah. Saya menghadapi beberapa tantangan diantaranya adalah :

  1.  Orang tua yang miskonsepsi tentang disiplin, di dalam pikiran mereka bahwa disiplin itu harus keras dan galak. 
  2. Tingkat pendidikan orang tua dan Minimnya ilmu parenting yang didapat orang tua.
  3. Tahap Perkembangan setiap  kawan murid yang berbeda-beda.
  4. kekonsistenan dalam menjalankan kesepakatan yang dibuat.

Tantangan tersebut suatu hal yang sangat menantang buat saya, apalagi sebenarnya masalah ini berhubungan dengan kegiatan diluar sekolah yang butuh kerjasama dengan semua pihak, terutama anggota keluarga di rumah. Semua itu tidak membuat saya putus semangat karena keberhasilan menyelesaikan suatu masalah adalah kebahagian buat saya. Walaupun untuk menyelesaikan problem ini butuh pengamatan, pengumpulan informasi dan waktu yang lama. Dan saya pun harus lebih sering diskusi dan membangun percakapan dengan kawan murid tentang kegiatan mereka dari bangun tidur hingga tidur lagi. Saya pun harus memahami mood kawan murid agar kawan murid tetap tertarik untuk pembahasan.

Untuk menghadapi tantangan diatas saya berusaha membangun komunikasi dengan orang tua satu per satu dengan bertanya masalah apa saja yang mereka alami, apa saja yang sudah orang tua lakukan. Jika si kawan murid tiap harinya ditemani neneknya saya berusaha membangun komunikasi dengan neneknya via WA. Dengan memanusiakan hubungan dan keterbukaan akan membantu materi pelajaran disiplin terutama rutinitas di rumah.

Agar tidak ada lagi miskonsepsi tentang disiplin ( rutinitas), saya mengadakan kelas parenting untuk orang tua murid menjelaskan maksud dan tujuan dari disiplin tersebut. Bahwa Anak Usia Dini  sangat perlu untuk diajarkan tentang rutinitas agar  anak bisa memprediksi apa yang akan dilakukan selanjutnya. Dengan rutinitas akan membangun rasa percaya diri dan sikap tanggung jawab.  Untuk orang tua yang tingkat pendidikanya rendah saya berusaha untuk memberikan contoh-contoh yang ada lingkungan sekitarnya. Serta memberikan penjelasan dampak positif dan negatifnya.

Hampir setiap hari saya mengamati dan membuat rubrik tentang   apa yang sudah berkembang  dan apa yang masih harus terus diperbaiki. Dari hasil asesmen diagnosis dan  rubrik tersebut saya mengajak kawan murid untuk membuat kesepakatan bersama serta jadwal kegiatan yang akan mereka lakukan mulai dari pagi hingga malam hari. Karena ada beberapa kawan murid yang literasi membacanya masih dalam tahap awal, Akhirnya  saya memilih membuat kesepakatannya dalam bentuk gambar. Kawan Murid sendiri yang menentukan jam berapa akan bangun pagi → mandi pagi→membantu orang tua →Bermain→ Tidur malam. Sebelum membuat kesepakatan saya terlebih dahulu saya membaca buku cerita yang berjudul “ Jadwal Momo” Kawan murid merasa sangat senang karena merasa dilibatkan dan mereka sendiri yang menentukan kegiatan apa dulu yang akan mereka lakukan. Dengan kawan murid sendiri yang menentukan rutinitas apa yang akan mereka lakukan akan membuat mereka jadi lebih bertanggung jawab.

Saya pun meminta kerja sama orang tua untuk menempel papan kesepakatan di tempat yang mudah dilihat dan hampir selama 2 minggu saya meminta orang tua untuk melaporkan semua proses nya. Orang tua mengirim kegiatan yang telah dilakukan anak-anaknya dalam bentuk video atau foto. 

Dengan menggunakan asesmen diagnosis saya lebih mudah  untuk menentukan penilaian dan materi pelajaran apa yang sesuai dengan tahap perkembangan kawan murid. Karena setiap anak mempunyai tahap perkembangan dan kondisi lingkungan serta nilai-nilai budaya dalam keluarga yang berbeda. Untuk materi pelajaran menumbuhkan disiplin ini alhamdulillah sekarang sudah menjadi kebiasaan kawan murid membantu orang tuanya seperti menyapu, mencuci piring sendiri, tidur malam yang lebih awal, datang ke sekolah pun tepat waktu.

Ada beberapa orang tua cerita kepada saya “ Alhamdulillah bu anak saya mau membantu menjemur baju tanpa saya suruh”. Ada juga yang berkomentar “ Anak saya sekarang selesai makan mencuci piring nya sendiri dan mau menyapu halaman”.

Mendapatkan cerita tersebut saya sangat senang dan merasa bahagia, apa yang saya lakukan mendapatkan respon yang positif dari orang tua. Kawan murid pun setiap hari selalu berbagi cerita tentang apa yang telah mereka lakukan, mereka pun melakukannya dengan rasa gembira.

Sebagai pendidik kita harus mau menerima sebuah perubahan dan harus mampu memilih jenis penilaian apa yang sesuai dengan anak didiknya. Asesmen apa pun yang dipilih harus mampu memberikan rasa bahagia bagi anak dan tidak membebani anak serta fokus pada anak. Seperti ada slogan yang sering kita dengar “ apapun makanannya tetap minumnya teh botol”, “ Apapun asesmen yang dipilih tetap Fokus pada anak” 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top