Hal besar dimulai dari sesuatu yang kecil. Keberanian untuk mengungkapkan gagasan adalah awal sebuah tulisan. Kesenangan dan kebahagiaan akan menjadi sebuah cerita indah bila dibagikan. Itu menjadi alasan utama kami menulis buku ini agar bisa memberikan beragam makna juga mengajarkan berbagai macam hal bagi pembacanya.
Senyum bahagia adalah hadiah terbaik atas kerja keras pendidikan. Semua bahagia karena ini adalah hal baru yang bisa mereka bicarakan dengan teman dan bisa saling mengingatkan. Semoga buku ini dapat memberikan inspirasi bagi teman-teman yang mempunyai banyak ide tetapi belum sempat menuliskannya. Mari terus melangkah bersama, menemani mereka mendaki lebih tinggi.
“Pak, bisa nggak kami punya buku seperti Pak Arie,” ujar Lulu salah seorang siswa, ketika dia membaca buku yang saya tulis. Saya merasa mendapat apresiasi yang luar biasa dari siswa. Dari Kegiatan Wisata Literasi Guru (WLG), saya mendapatkan banyak materi tentang bagaimana mengembangkan literasi dan membuat karya buku. Saya mulai konsisten menerapkan pembiasaan membaca di kelas untuk meningkatkan motivasi siswa dalam membaca dan menambah perbendaharaan kata. Sebelum saya mendapat materi dalam Kegiatan Wisata Literasi Guru (WLG), saya masih tidak konsisten melakukan kegiatan membaca buku. Saya masih belum mengetahui banyak manfaat dari membaca buku bacaan selain buku pelajaran. Kini, kegiatan membaca buku bacaan sudah kami laksanakan setiap hari. Saya juga terinspirasi untuk mengajak siswa menulis buku dalam bentuk kumpulan cerita pendek (cerpen), puisi dan pantun nasehat.
Sebelum siswa belajar menulis cerpen, siswa saya biasakan untuk menuliskan kembali penggalan buku yang telah mereka baca pada kegiatan membaca di pagi hari. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki perbendaharaan kata yang cukup untuk menyusun kalimat atau cerita baru. Dengan mengungkapkan kembali, siswa masih dapat menggunakan beberapa kata atau kalimat dari bacaan yang mereka baca.
Saya juga meminta siswa menuliskan kegiatan harian yang mereka lakukan. Hal ini untuk menggali dan mengenalkan siswa pada potensi menulis mereka. Setiap siswa memiliki kemampuan menulis, namun terkadang mereka tidak tahu harus memulai dari mana. Melalui kegiatan menuliskan pengalaman atau kegiatan sehari-hari, proses menulis siswa menjadi terarah. Pada kegiatan penulisan, siswa ditugaskan menulis cerpen sesuai dengan kemampuannya. Penulisan cerpen ini tidak dibatasi jumlah kata minimal atau maksimal. Siswa dibiarkan bebas menulis yang ingin mereka tuliskan. Saya tidak begitu mempermasalahkan penggunaan ejaan dan tanda baca. Biarkan mereka menulis dulu. Pembenahan ejaan dan tanda baca dapat saya lakukan sendiri dengan memberikan bimbingan secara individu kepada siswa. Hal ini saya lakukan untuk menghindari rasa frustasi atau siswa akan menyerah ketika karya mereka masih banyak kekurangan.
Seperti ketika saya menulis, saya tulis dulu apa yang ingin saya tulis. Benar dan salahnya tulisan saya akan saya benahi setelah semua ide tersalurkan. Dalam penulisan karya ini, siswa menuliskan ide dasar mereka di sekolah. Untuk penyelesaian naskah mereka lakukan di rumah. Saya tetap memantau dengan menanyakan perkembangan tulisan mereka. Interaksi dilakukan ketika saya memberikan bimbingan penulisan. Komunikasi dilakukan ketika mereka membacakan karya mereka di depan kelas. Sedangkan refleksi muncul dalam setiap proses penulisan sampai menghasilkan karya cerita pendek (cerpen), puisi, dan pantun nasehat.
Hasil dari proses ini adalah cerpen tentang sekolah, puisi bertema guru, dan pantun nasehat bertema bebas dengan gaya penulisan yang berbeda. Sebelum diterbitkan, saya menyunting dan mengedit tulisan mereka. Selanjutnya saya tawarkan kepada penerbit. Penyuntingan akhir dilakukan oleh penerbit. Setelah proses editing selesai, pihak penerbit mengajukan ISBN buku. Buku ini saya cetak ber-ISBN karena akan memberikan kebanggaan tersendiri bagi siswa karena buku karya mereka telah terdaftar di perpustakaan nasional.
Pembuatan Buku Antologi ini sebagai bentuk kepedulian sekolah dalam membudayakan literasi. Kalau usia ada habisnya, tapi sebuah karya tak lekang oleh waktu. Bagi kami, sebuah karya itu tidak ada yang baik atau buruk, juga bagus atau jelek. Namun, karya itu menampilkan kejujuran emosi, imajinasi, serta keterampilan berbahasa bagi penulisnya. Antologi cerpen ini ditulis oleh 10 siswa kelas V. Tiap siswa membuat 3 karya, berupa cerita pendek (cerpen), puisi dan pantun nasehat. “Aku merasa sangat senang ketika tulisanku bersama siswa dijadikan buku. Melalui penerbitan buku ini, kami ingin membuktikan, walaupun sekolah kami agak jauh ke pedalaman, kondisi tidak ada listrik maupun sinyal, kami juga bisa menulis dan berkarya. Tidak ada alasan dalam berkarya, siapa pun bisa berkarya, dan kami sudah membuktikan. Belajar, Bergerak, Bermakna… Salam Merdeka Belajar !