Saran untuk Judul :
Asesmen Diagnostik untuk Mengenal Kebutuhan Belajar Murid
Andre, salah satu sosok yang mungkin paling menakutkan bapak/ibu guru setelah kejadian 2 minggu lalu di akhir kepemimpinan pak Munarwi. saya mungkin termasuk guru yang terpengaruh dengan kejadian itu. Dengan segala cerita yang membuat kebencian saya semakin memuncak, hingga Jumat di minggu yang lalu saya pun membiarkannya dan mengabaikannya saat pembelajaran. Dia mungkin juga berhati-hati tidak ingin membuat gurunya semakin membencinya, sehingga dia juga diam pasif. Hingga pada saat pembelajaran saya, Andre tidak mengumpulkan paper yang seharusnya dia kumpulkan. Hari itu Jumat, 11 Februari 2022, dengan sedikit ngomel-ngomel ke Andre karena minggu lalu dia tidak mengerjakan tugasnya. saya memotivasi Andre dengan motivasi negatif, hal yang seharusnya tidak boleh guru lakukan kepada siswanya senakal apapun siswa itu.
Tengil, nakal, licik, tidak tau terimakasih itu anggapan saya kepada Andre. Saya juga melihat Andre juga sudah berani melaporkan gurunya kepada orang tuanya, serta melebih-lebihkan cerita yang sebenarnya terjadi sehingga terjadi keresahan di sekolah karena orang tua Andre membawa massa mencari guru yang dianggap telah menyakiti secara berlebihan. Saya sebagai guru merasa sudah melakukan banyak hal untuk siswa khususnya Andre, namun belum juga saya dapat menaklukkan Andre dengan segala permasalahannya. Saya juga masih beranggapan siswa lain lebih butuh saya kembangkan daripada saya harus selalu memikirkan satu anak saja.
Tanggapan saya tentang Andre segera hilang akibat saya telah teracuni oleh konsep merdeka belajar yang bertekad untuk memberikan pendidikan yang berpihak pada siswa, sehingga hati kecil saya menolak rasa benci yang teramat kepada Andre. Setelah saya selesai menjelaskan materi, dan apa yang harus dilakukan oleh siswa, serta alat bantu apa yang dapat digunakan, kemudian melihat Andre hanya duduk terpaku. Akhirnya saya mengajak andre … “ayo ndre tulis dulu itu yang ada di lantai. “Setelah kamu menulis itu lalu berikan jarak 5 garis”, degan sigap Andre mengikuti arahan saya. Sambil membantu teman-teman Andre yang bertanya banyak hal, mulai dari alat musik dan bagaimana cara mencari nama alat musik melalui pencarian google lens. Ternyata Andre sudah selesai menulis apa yang saya perintahkan, dan dia kembali lagi diam. Akhirnya saya mengajak lagi andre … “Andre ini nama alat musiknya apa?” “Gak tahu bu,” jawab andre. Saya kembali mengajak Andre untuk mendekati dinding yang sudah saya tempeli alat gambar alat musik dan namanya.
Ternyata untuk menulis kata Pianika, Andre berjuang duduk dan berdiri karena harus melihat 1 persatu hurufnya. sehingga dia duduk menulis 1 huruf, berdiri lagi untuk mengingat 1 huruf. Dia stuck lagi hanya diam saat dia sudah tidak punya ide lagi dan tidak tau apa yang harus dilakukannya, saya kemudian mencoba untuk menjelaskan dalam bahasa Madura “cong idiophone riyah alat musik se epokol bessenah otabeh kajunah” (Andre, idiophone itu adalah alat golongan musik yang biasanya dipukul badannya, kalau bahan badannya adalah besi maka yang dipukul besinya atau kayunya jika bahannya dari kayu). “oh engghi bu” (oh iya bu dengan bahasa Madura Halus) jawabnya, saya kemudian bertanya lagi “mana alat musiknya?” “ini bu” , sambil menunjuk pada sebuah bonang! “Tau namanya apa” lanjut saya? Andre menjawab “tidak Bu”. saya ajak dia melihat kembali gambar yang ada di dinding. “Dimmah cong?” (mana alatnya mas?) tanya saya, “Nekah bu” (ini bu) jawab Andre. “Baiklah Andre kamu tulis semua alat musik pada gambar itu yang menurutmu bisa berbunyi saat alat musik itu kamu pukul,” instruksi terakhir saya pada Andre.
Sempat sedikit kesal sebenarnya karena saya juga harus melayani anak2 yang lain, sedangkan si Andre butuh benar-benar intensif didampingi. Namun Kemudian saya menjelaskan sesuatu ” cong gitar bass jiah mon bedeh e golongan cordophone kodhu bherik tambahan kata LISTRIK! (Mas gitar bass itu jika kamu masukkan ke golongan electrophon kamu harus menambah kata listrik di belakangnya). Andre lanjut menyahut “saya gak tahu bu tulisan listrik itu seperti apa”. Akhirnya saya membantu Andre dengan mengeja huruf per huruf untuk Andre.
Jawaban andre yang terakhir membuat saya terenyuh, membuat sasya refleksi, berapa dzolimnya saya selama ini membiarkan kesulitan Andre sampai mendekati pertengahan semester genap. Andre Bukan anak yang menakutkan, dia anak yang luar biasa, Andre hanya memiliki kesulitan belajar. Dia anak yang cerdas, penurut. Sopan, walaupun saya seret kesana kemari dia nurut tanpa ada perlawanan, saya suruh A dia lakukan, kecuali tidak bisa dia akan berbicara, atau diam saat guru atau temannya tidak mau membantunya.
Niat saya sebagai guru mungkin tulus, tapi terkadang saya salah cara, salah strategi, bisa jadi terlalu egois seakan – akan siswa itu harus sama seperti saya, harus bisa seperti saya, padahal kemampuan seseorang itu berbeda, dan setiap orang punya kelebihan dan kelemahan yang berbeda satu sama lain.
Sekarang saya sudah punya cara untuk membantu Andre, saya akan menggunakan berbagai kegiatan kinestetik dan Auditori untuk Andre karena berdasarkan hasil tes diagnostik yang saya lakukan Andre memiliki kecenderungan gaya belajar pada tipe Auditori Kinestetik. Mereka butuh dijelaskan secara langsung, ataupun melalui rekaman suara. Namun untuk Andre sepertinya saya yang harus aktif menerangkan secara langsung, dan saya harus membuat sumber belajar yang beragam untuk teman-teman andre seperti games, layanan internet untuk dapat melakukan riset secara mandiri.
Pelajaran yang dapat saya ambil dari kisah Andre ini bahwa setiap anak hanya ingin dimengerti, dengan dimengerti dia tidak akan membuat keonaran. Sehingga selanjutnya saya mencoba untuk mengenal karakter anak, hambatan-hambatan yang dimiliki anak agar saya tahu bagaimana saya harus mengambil tindakan, bagaimana saya mempersiapkan materi untuk dia belajar sesuai kemampuannya.