Aku Cinta Walisongo, Sarana Pembelajaran Karakter Siswa Melalui Berkisah Tentang Keteladanan Walisongo

Aku Cinta Walisongo, Sarana Pembelajaran Karakter Siswa melalui Berkisah tentang Keteladanan Walisongo

Literasi siswa kelas IV di sekolah yang saya ajar cenderung rendah. Hal ini dapat saya ketahui dari minimnya mereka merespon pertanyaan baik lisan maupun tulisan yang diajukan kepada mereka. Seringkali jawaban yang mereka berikan tidak menjawab pertanyaan yang diberikan, padahal pertanyaan yang diberikan hanya menguji ingatan saja, belum menggali sisi kognitif yang lebih dalam. Selain itu, komposisi kelas yang didominasi laki-laki (8 orang laki-laki dan 2 orang perempuan) membuat konflik kelas sering terjadi. Hanya karena masalah sepele, misalnya hanya karena ada teman yang lebih lambat dalam menulis, para siswa cenderung melakukan perundungan. Akibatnya, siswa yang menjadi korban rundungan tidak terima dan terjadi pertengkaran. Hal ini seringkali terjadi bahkan hamper setiap hari. Saya prihatin dengan kondisi karakter siswa. Pagi tadi, saya berencana mengajak siswa untuk belajar mengenai kisah keteladanan wali songo. Tujuannya adalah agar mereka memiliki pemahaman yang lebih mengenai kisah para wali songo dan bisa meniru apa saja keteladanan yang diambil dari tokoh wali songo. Harapan saya, dengan mengetahui lebih mendalam kisah wali songo, para siswa bisa menanamkan karakter keteladanan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

            Namun pembelajaran tidak berjalan secara mulus, karena ada beberapa siswa yang kurang teliti dalam membaca kisah wali songo, akhirnya mereka mengganggu teman yang lain. Hal ini menimbulkan kegaduhan. Kemudian ketika saya sebagai guru memberikan tugas untuk meringkas kisah wali songo, tantangannya yaitu terdapat siswa yang mengeluh ketika disuruh untuk membuat tugas mengetik dan meringkas. Karena mereka berpikir hal itu sangat melelahkan. Tantangan selanjutnya yaitu ketika siswa maju ke depan kelas untuk bercerita/story telling mengenai kisah keteladanan wali songo, banyak siswa lain yang menjadi gaduh karena berebut nilai. Jadi di sini, saya menekankan kepada semua siswa bahwa siapa yang dapat menjawab pertanyaan ketika ada teman yang maju, maka akan mendapatkan nilai tambahan dari saya. Hal ini membuat kegaduhan karena mereka tidak mau sabar dan terlalu antusias untuk menjawab pertanyaan. Keadaan seperti ini membuat keadaan kelas menjadi tidak kondusif.

            Proses pembelajaran saya awali dengan terlebih dahulu menceritakan kisah salah satu walisongo. Saya meminta para siswa mendengarkan cerita yang saya sampaikan. Di sela-sela cerita, saya selipkan beberapa pertanyaan untuk menguji pemahaman mereka. Selain itu, saya juga menekankan beberapa karakter menonjol yang bisa mereka teladani. Setelah saya selesai bercerita, saya menjelaskan tugas berkisah yang harus mereka kerjakan. Saya beri mereka waktu satu minggu untuk mencari kisah wali songo dan meringkasnya. Setelah itu, saya meminta mereka maju satu per satu untuk menceritakan kisah yang telah mereka temukan. Saya minta mereka bercerita di depan beberapa kelas dengan disaksikan beberapa guru. Pada saat salah satu siswa maju bercerita, saya meminta siswa yang lainnya untuk menjawab pertanyaan. Terjadi keributan karena mereka berebut nilai. Akhirnya, saya mencoba menangkan siswa-siswa tersebut dan mengarahkan mereka dalam menjawab pertanyaan. Jadi mereka tidak asal jawab. Harus ada bukti di buku bahwa jawaban sudah benar. Kemudian saya menyuruh siswa-siswa supaya mengangkat tangan mereka terlebih dahulu sebelum berbicara menyampaikan jawaban. Hal ini bertujuan supaya tidak terjadi keributan lagi seperti sebelumnya. Selanjutnya saya selalu mengkonfirmasi jawaban mereka serta menambah jawaban yang masih kurang lengkap.

            Setelah semua siswa maju berkisah, saya memberi umpan balik kepada mereka. Saya Kembali menekankan karakter apa saja yang bisa diteladani dari para wali songo yang telah mereka ceritakan. Dengan membaca buku dan bercerita, ternyata dapat melatih siswa-siswa untuk lebih memahami tentang materi yang saya sampaikan. Dengan membaca secara rutin, akan menumbuhkan sikap ketelitian siswa dan dengan bercerita, siswa menjadi lebih paham serta dapat mengingat kisah keteladanan wali songo dengan benar. Selain itu, dengan mereka bercerita di depan kelas, akan menumbuhkan sikap berani dan tidak menjadi anak yang pemalu. Lebih lanjut, setelah berkisah tentang wali songo, ada perubahan karakter siswa yang tadinya sering saling mengejek, menjadi agak berkurang. Jika mereka gaduh, saya kembali mengingatkan akan kisah wali songo yang mereka kisahkan. Mengajarkan pendidikan karakter kepada siswa bukanlah hal yang mudah, namun juga bukan hal yang mustahil dilakukan. Karakter siswa belum sepenuhnya berubah, tetapi berangsur membaik ketika mereka terus distimulus dengan kisah keteladanan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top