Kampus Guru Cikal (KGC) menggelar perayaan belajar “Magang Guru Merdeka Belajar” 2021 pada Jumat (21/01) secara virtual. Magang tersebut merupakan inisiasi KGC yang terafiliasi dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka oleh Kemendikbud dan Ristek.
Total 107 mahasiswa magang dari 51 perguruan tinggi dinyatakan telah selesai dan lulus di hadapan para mentor dan dosen pembimbing yang juga turut hadir.
Dalam sambutannya, Elisabet Susan, Ketua KGC menyatakan bahwa 107 mahasiswa tersebut sebelumnya telah melalui beberapa tahapan seleksi hingga akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bergabung Magang Guru Merdeka Belajar (MGMB).
“Ada 2000an mahasiswa yang mendaftar (MGMB). Lalu setelah melewatkan beberapa seleksi, dari seleksi berkas hingga leader group discussion. Terpilihlah 107 mahasiswa ini, dari perguruan tinggi baik negeri maupun swasta,” jelasnya.
Setiap peserta MGMB mendapatkan bekal selama lima bulan penuh dari mentor pedagogi. Setelahnya mahasiswa mempraktikkan hingga membuat riset inovasi pembelajaran merdeka belajar yang kontekstual.
“Hingga akhir proses ini telah dihasilkan 36 rancangan inovasi merdeka belajar yang telah melewati fase uji coba dan terbukti efektif,” ungkap Elisabet.
“Apa yang telah dilakukan mahasiswa ini merupakan legasi yang ditinggalkan mahasiswa di sekolah bagi guru-guru dan murid sebagai alas percepatan merdeka belajar yang mendorong praktik pembelajaran yang lebih berpusat pada anak atau pada murid-murid kita,” lanjutnya.
Dalam perayaan ini, empat dari 36 kelompok mahasiswa berkesempatan untuk mempresentasikan hasil praktik baiknya saat magang. Salah satunya adalah kelompok magang di MTs Al Muthiyah Sukabumi, yaitu Dyah Binti, Andresha, dan Yefi Indah.
Sebelum menentukan metode pembelajaran mereka menganalisis profil murid terlebih dahulu dengan mempelajari gaya belajar murid, hobi murid, hingga pekerjaan orang tua. Lalu mendiagnosis permasalahan pembelajaran yang selama ini berjalan.
“Untuk tantangannya kami menemukan murid masih tampak malu-malu untuk mengungkapkan pendapat dan bertanya, pembelajaran IPA dan IPS dianggap membosankan, dan murid hanya belajar jika akan ujian saja,” ungkap Yefi.
Berdasarkan hasil riset pada murid tersebut, Yefi dan tim mengkolaborasikan tiga mata pelajaran yakni IPA, IPS, dan prakarya. Sedangkan objek utama pembelajarannya ialah singkong karena mayoritas orang tua murid adalah petani dengan komoditas singkong.
“Untuk pelajaran IPA, pelajarannya adalah membuat bioteknologi konvensional dengan membuat singkong tape. Sedangkan IPS belajar menghitung BEP dari hasil olahan bioteknologi konvensional. Untuk prakarya, melakukan packaging hasil olahan tersebut,” jelas Yefi.
Di akhir presentasi tim, Dyah menjelaskan bahwa terdapat perubahan pada murid setelah melalui proses belajar tersebut. “Mereka (murid) merasa sangat senang dan aktif dalam pembelajaran ini, baik bertanya maupun menjawab,” pungkasnya. (YMH)